merdekanews.co
Selasa, 20 Februari 2018 - 19:56 WIB

KPU Larang Parpol Pasang Iklan, Advetorial dan Berita Terselubung Dipantau

Sam Hamdan - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS – Ini peringatan buat para parpol. KPU resmi melarang parpol berkampanye di media, baik elektronik maupun cetak. Aturan ini diperuntukkan bagi partai-partai peserta Pemilu 2019 selama masa jeda sebelum memasuki masa kampanye.

"Kesepakatan bersama itu yang pertama, iklan kampanye dilarang, baik di lembaga penyiaran ataupun media massa, baik cetak maupun elektronik," ungkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (20/2/2018).

KPU serta Bawaslu baru saja menggelar rapat bersama Dewan Pers dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hadir dalam rapat yang digelar tertutup ini komisioner KPI Nuning Rodiyah dan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.

"Seperti kita ketahui kampanye itu akan dimulai 23 September, rentang waktunya masih 7 bulan, oleh karena itu kita perlu mengatur melalui kesepakatan bersama antara KPU, Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers," terang Wahyu.

Aturan larangan kampanye ini berlaku di jeda masa kampanye mulai dari penetapan partai peserta pemilu pada Sabtu (17/2) lalu hingga memasuki masa kampanye pada 23 September 2018. Setelah kampanye, parpol tetap bisa berkampanye di media massa namun tetap sesuai dengan aturan KPU.

Kampanye sendiri akan berakhir pada 13 April 2019. Kampanye ini juga termasuk untuk calon anggota DPR/DPD/DPRD dan capres/cawapres. Pileg dan pilpres akan digelar serentak pada 17 April 2019.

Selain soal itu, rapat menghasilkan 3 kesepakatan lain. Menurut Wahyu, hasil rapat adalah parpol diperbolehkan melakukan sosialisasi internal soal nomor urut partai di Pemilu 2014.

"Sosialisasi internal itu harus diberitahukan kepada KPU dan Bawaslu setempat secara tertulis. (Keputusan) ketiga, pemberitaan sosialisasi dan kampanye dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip proporsional dan keberimbangan," paparnya.

Kesepakatan lainnya adalah keputusan dari rapat hari ini akan ditindaklanjuti KPU dengan memberikan surat ke partai-partai politik peserta Pemilu 2019. Keputusan efektif berlaku sejak hari ini.

Wahyu juga mengatakan mars partai politik menjadi salah satu yang dilarang untuk ditampilkan di media. Selain itu, advertorial partai politik di media massa termasuk yang dilarang.

 
"Ya berarti kan (mars) nggak boleh, itu ada di poin satu. (Advertorial) nggak boleh, itulah nanti kita akan memutuskan ini pemberitaan atau iklan, atau pemberitaan yang terselubung dan itu domain Dewan Pers. Kita berdiskusi dulu kita ambil keputusan, bahwa oh ini iklan kampanye. Jadi pengambilan keputusan bersama," terang Wahyu.

KPU menegaskan partai politik belum boleh berkampanye meski sudah melakukan pengambilan nomor urut, Minggu (18/2) kemarin. Sudah ada jadwal kampanye yang disusun oleh KPU.

"Kampanye melalui media massa cetak-elektronik dilarang, tetapi partai politik diperbolehkan sosialisasi politik di internal partai," sebut Wahyu.

Soal proporsional pemberitaan, nantinya akan diatur dalam gugus tugas yang terdiri dari KPU, Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers. Wahyu menyebut keputusan soal konten yang melanggar atau tidak akan diputuskan secara bersama-sama.

"Terkait dengan lembaga penyiaran apabila ada pelanggaran terkait dengan iklan kampanye akan diputuskan bersama oleh gugus tugas, tetapi eksekusinya itu adalah KPI sesuai dengan peraturan," urainya.

"Terkait dengan pemberitaan apabila pemberitaan itu tidak proporsional, tidak berimbang, itu tentu saja menjadi domain Dewan Pers, tetapi atas keputusan gugus tugas. Karena itu menjadi domainnya Dewan Pers untuk menilai apakah pemberitaan itu proporsional dan berimbang," tambah Wahyu.

KPU lalu mengingatkan partai politik yang berafiliasi dengan media massa atau petinggi parpol yang memiliki media. Meski begitu, Wahyu memastikan pemberitaan soal partai politik bukan berarti tidak diperkenankan.

"Jadi misalnya ini sekarang ada gejala gejala partai politik yang beriklan di media televisi itu dilarang nggak boleh, demikian juga yang beriklan di media cetak itu nggak boleh," kata dia.

"Sekali lagi, kalau pemberitaan boleh, apakah itu pemberitaan berimbang atau tidak iklan terselubung atau tidak itu Dewan Pers yang menilai," sambung Wahyu.

Langkah ini dinilai penting mengingat jadwal antara pengundian nomor urut dan kampanye memiliki jeda yang cukup lama, yakni 7 bulan. Berbeda dengan Pemilu 2014, yang hanya berjarak tiga hari.

"Kita kan perlu mengatur, jarak waktu yang panjang sebelum memasuki masa kampanye padahal nomor urut sudah ditetapkan. Intinya, kita mengatur prinsip-prinsip berkeadilan itu dapat dijaga. Artinya, misalnya partai politik yang punya afiliasi kepemilikan media kan mendapatkan keuntungan dibanding partai politik yang tidak punya akses ke media, kami kan punya kewajiban menjaga keadilan seperti itu," tutup Wahyu. (Sam Hamdan)