merdekanews.co
Selasa, 30 Januari 2018 - 09:16 WIB

Sempat Dicibir dan Dibully

Kemesraan Iqbaal-Vanesha di Film Dilan 1990 Sedot 1 Juta Penonton

Sam Hamdan - merdekanews.co
Film Dilan 1990

Jakarta, MERDEKANEWS - Sempat dibully, dicibir dan diremehkan karena tidak cocok memerankan Dilan 1990, Iqbaal Ramdhan membuktikan tajinya. Aktok muda ini mampu menyirep para penonton.

Kehadiran Film Dilan 1990 mulai tayang di bioskop sejak Kamis kemarin (25/1/2018). Animo masyarakat ternyata sangat luar biasa karena belum genap empat hari film ini telah sukses disaksikan satu juta penonton.

Hal ini tentu membuat Iqbaal Ramadhan selaku pemeran Dilan mengaku lega bukan main. Pasalnya saat namanya diumumkan berperan sebagai Dilan pada pertengahan tahun lalu, banyak komentar negatif berdatangan.

“Kalau orang sempat underestimate pada saya untuk memerankan tokoh Dilan itu wajar saja. Sampai saat ini masih ada yang menganggap Daniel Radcliffe tidak pantas menjadi Harry Potter. Yang penting saya sudah memberikan yang terbaik,” kata Iqbaal di Jakarta.

Kini mantan pesonel grup vokal CJR tersebut tinggal menuai hasilnya karena berhasil mendapat pujian penonton. Pujian itu bahkan datang dari aktris Laudya Cynthia Bella yang mengaku dibuat gemas sepanjang film.

“Pas nonton senyum-senyum sendiri apalagi lihat angkotnya. Jadi pengin pakai seragam putih abu-abu,” lanjut wanita berhijab yang sejak menikah memutuskan bolak balik Jakarta -Malaysia tersebut.

Rayuan Dilan Bikin Gemes

 

Jalan cerita Film Dilan 1990 mampu membawa para penonton ke masa lalu. Aksi Dilan (Iqbaal Ramadhan) berupaya untuk mendekati Milea (Vanesha Prescilla), siswa pindahan dari Jakarta menjadi tontonan menarik.

Film yang berlatar di Kota Bandung pada awal 1990 ini memberi gambaran awal mula kisah asmara Dilan dan Milea. Tingkah tak terduga Dilan yang melancarkan rayuan-rayuan menggelitik membuat Milea mabuk kepayang.

Milea yang mulai penasaran akhirnya jatuh cinta dengan pria yang awalnya ia anggap aneh. Bagaimana tidak aneh, di awal perkenalan saja yang pertama yang diucap Dilan adalah ramalan pertemuan mereka kelak di kantin sekolah.

Belum lagi hadiah ulang tahun berupa buku Teka-Teki Silang (TTS) yang sudah diisi penuh. Agar Milea tak pusing untuk mengisi, katanya.

Kala Milea sakit, Dilan malah mengirim tukang pijat alih-alih langsung datang menjenguknya. Namun hal-hal aneh itulah yang membuat Milea luluh dan terus merindukan Dilan, menanti suara telepon di rumah berdering hanya untuk mendengar suara di seberang yang gemar merayu.

Film yang diarahkan oleh sutradara Fajar Bustomi dengan keterlibatan langsung dari sang empunya cerita, Pidi Baiq, membuat Dilan 1990 menjadi adaptasi yang cukup baik. Meski diakui sutradara ada beberapa adegan yang dipotong karena keterbatasan durasi, benang merah cerita tetap dapat diwujudkan.

Terlebih, kisah Dilan 1990 sendiri memang sudah memiliki cerita yang kuat. Dalam hal ini, penulis naskah Titien Wattimena patut diapresiasi yang mampu membawa dialog di film tetap memiliki jiwa seperti di novelnya.

Penggambaran kehidupan remaja di masa SMA pun masih terasa masuk akal. Dari tingkah nakal remaja yang membolos, berpakaian tidak rapi, memiliki konflik dengan guru atau teman sebaya dan lainnya.

Peran Iqbaal yang sebelumnya sempat diragukan dan menuai banyak reaksi negatif terbilang cukup berhasil menjelma sebagai Dilan. Pada beberapa adegan, Iqbaal mampu 'berbicara' sebagai karakter Dilan dengan baik. Aksinya dalam bermain lakon setidaknya dapat diterima, meskipun pada beberapa bagian awal masih terasa kaku.

Selain itu, debut Vanesha berakting juga memberi kesan yang baik. Dia mampu membawakan karakter Milea sesuai ekspektasi. Ekspresinya sebagai remaja yang polos pun tidak berlebihan.

Pendekatan untuk latar tahun 1990-an digambarkan cukup pas dengan suasana Kota Bandung yang masih sepi sebelum dipadati kendaraan. Namun sayangnya, riasan para pemain yang diceritakan masih siswa SMA itu menjadi kelemahan film ini. Riasan wajah pemain terlihat berlebihan dan tidak natural.

Secara keseluruhan, film ini setidaknya terasa tepat untuk menjadi hiburan bagi para remaja dan masih dapat dinikmati untuk sekadar bernostalgia.

  (Sam Hamdan)