merdekanews.co
Sabtu, 19 Februari 2022 - 15:28 WIB

Polemik Pengelola Apartemen Mangga Dua Court Meruncing, Johan Iskandar Dituding Putar Balik Fakta

Red - merdekanews.co
Johan Iskandar pemilik unit apartemen West 0905 Mangga Dua Court, Jakarta Pusat. Foto: (Istimewa).

Jakarta, MERDEKANEWS -- Pengelola Gedung Apartemen Mangga Dua Court (MDC) menepis tudingan dzolim Johan Iskandar, penghuni unit apartemen 0905 di blok West yang menyebut pemutusan aliran listrik dan pemblokiran kartu akses masuk ke unit apartemen miliknya didasari motif sakit hati dan dendam. 

Pengelola menyebut pemutusan aliran listrik dan blokir akses masuk dilakukan lantaran Johan tidak melaksanakan sejumlah kewajiban yang telah disepakati hingga tunggakan mencapai Rp575.849.617.

"Pemberitaan yang kami baca di media terkesan pemutusan fasilitas itu karena pengelola sakit hati, itu keliru. Yang benar itu, pemutusan dilakukan karena yang bersangkutan tidak menyelesaikan sejumlah kewajibannya, sehingga tunggakan Pak Johan jadi membengkak," kata Ir Andreas Benny Setiawan, Property Manager pengelola Apartment Mangga Dua Court, Jakarta Pusat, Sabtu (19/2/2022) kepada awak media di Jakarta.


Sebagaimana diketahui, silang pendapat tentang besaran tunggakan yang harus dibayarkan Johan Iskandar, oleh yang bersangkutan dinilai memberatkan dan mengada- ngada. Johan yang menghuni di unit W 0905 merasa dirinya telah dizholimi dengan tindakan yang dinilainya dibuat secara sepihak oleh manajemen pengelola Apartemen MDC yang memutuskan aliran listrik di unit miliknya.  


"Saya ingin menunaikan kewajiban untuk pembayaran tagihan bulanan ke pihak pengelola berupa service charge, sinking fund, listrik dan air, tetapi pihak pengelola selalu menagihkan angka yang tidak wajar, ratusan juta rupiah," kata Johan.

"Saya dipaksa untuk membayar tagihan yang bukan tanggung jawab saya," sambungnya saat ditanyai media di lobby Apartemen Mangga Dua Court (MDC).

Benny yang dikonfrontir terkait tudingan telah berbuat dzholim terhadap Johan, justru balik bertanya. "Lah, yang berbuat dzholim itu sebetulnya dia, bukan kami (pengelola)," lontar Benny.

Benny mengistilahkan kalimat dzholim kepada Johan karena yang bersangkutan bersama Andi Widiatno, salah satu penghuni tetangga Johan Iskandar kerap melakukan gugatan terhadap perhimpunan melalui pengurus. "Karena dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas, gugatan yang dilayangkan selalu kandas," ujarnya. 

Meski gugatan Johan dan Andi kandas, lanjut Benny, sepak terjang keduanya dinilainya berdampak krusial terhadap operasional dan keuangan Perhimpunan (Warga MDC). "Nah, dari situ, di dalam Rapat Umum Tahunan Anggota (RUTA) tertanggal 31 Januari 2020 diputuskan perjanjian yang isinya memuat ketentuan jika anggota ada yang menggugat perhimpunan melalui pengurus dan dinyatakan kalah atau ditolak, maka seluruh biaya ganti rugi yang timbul akan ditanggung anggota yg menggugat. demikian ketentuannya," ucap Benny.



"Di RUTA tersebut juga hadir Pak Johan kok, dan dia setuju hasil keputusan RUTA” sambungnya.

Benny melanjutkan akibat dari kekalahan gugatan yang dilayangkan Johan, menjadi pemicu tunggakan tagihan yang harus dibayarkannya jadi membengkak. "Dia yang Setuju, tapi dia juga yang menolak.kok jadi pihak lain yang dituduh dzolim tegasnya.

Benny mengklaim semua proses dan prosedur terkait pemutusan fasilitas listrik dan pemblokiran kartu akses ke unit apartemen milik Johan, telah dilakukan sesuai dengan prosedur. " Sehingga , tidak ada alasan Johan menyebut dizholimi, jangan memutar balik fakta," ucapnya. 

Bahkan, kata Benny, Pengelola sudah mengirimkan surat peringatan ke 11 dengan tembusan kepada Kepala DPRKP Provinsi DKI, Walikota Jakpus, Sudin PR & KP Jakarta Pusat, APERSSI, Anggota/Penghuni Apartemen MDC terkait perihal surat peringatan tentang tagihan pembayaran listrik, air, service charge, sinking fund, biaya penanggulangan Covid-19 dan ganti rugi yang dilayangkan kepada Johan Iskandar dengan nomor surat tertanggal 7 Pebruari 2022 / 002/P3SRS/L.I/II/2022, yang didalamnya termasuk nominal tunggakan tagihan Johan yang mencapai Rp575.849.617.

"Ada ketentuan didalam Tata Tertib Penghunian & keputusan RUTA, jika tunggakan tidak dibayar maka ada denda sebesar 3 persen dari tunggakan secara kumulatif. Karena tak dibayar-bayar jadi bengkak. Semua ada catatannya," terang Benny.

Bahkan ketentuan denda 3 persen itu, sambung Benny, sudah ada sejak masih dikelola Developer PT DUTA PERTIWI TBK/SINARMAS mulai tahun 1993 dan berlanjut pada tahun 2014 saat Johan Iskandar menjabat Ketua Perhimpunan PPRS dan Andi Widiatno sebagai Sekretarisnya, yang merangkap jabatan sebagai Property Manager,juga melakukan ketentuan yang sama.

Menjawab pertanyaan wartawan terkait virtual account yang diklaim Johan sebagai siasat menghalangi dirinya untuk membayar dengan cara tunai, Benny mengaku kaget. "Kok, cara itu (virtual account) dibilang pengelola menghalangi? Sejak pengelolaan diambil alih Warga dari Developer, ketentuan pembayaran Iuran, tagihan listrik air dan lain lain dilakukan secara non tunai/transfer.


"Penghuni yang lain tidak ada yang keberatan, cuma Johan sendiri tuh yang merasa seperti itu," jawab Benny sambil mengernyitkan dahi.

Menurutnya, pembayaran memakai virtual account berangkat dengan tujuan untuk memudahkan transaksi pembayaran sesuai dengan account masing-masing penghuni. Supaya mudah dikontrol.

"Kami sudah berulang kali; hingga hampir 2 tahun dan sudah ada 11 Surat Peringatan kepada Johan Iskandar tapi juga tidak mau bayar," katanya.

Padahal, lanjutnya, hampir semua penghuni Apartemen MDC membayar semua tagihan yang menjadi kewajibannya. "Kecuali Johan. Padahal dia adalah direktur perusahaan tas yang merk-nya terkenal," kata Benny.

"Ngakunya dizholimi, dia bayar angsuran Covid-19 yang Rp50.000 per bulan aja gak mau bayar, padahal hampir semua penghuni bayar, loh. Jadi siapa yang berbuat dzolim, Johan atau pengelola?" timpal Benny menutup percakapan.

(Red)