merdekanews.co
Senin, 01 November 2021 - 06:11 WIB

Luthfi: Kepala Inspektorat Luwu Utara Rangkap Kepala ULP, Aneh dan Bawa Malapetaka

Red - merdekanews.co
Muchtar Luthfi A Mutty

Luwu Utara, MERDEKANEWS -- Secara berturut turut dua orang pimpinan ULP di Luwu Utara mundur. Begitu cerita di warkop.  Jika cerita itu benar, ini tentu aneh.

Karena  ULP salah satu unit kerja pemda yamg "menggiurkan".  Lantas ditunjuklah Inspektur Daerah Luwu Utara merangkap menjadi Kepala ULP. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin dianggap biasa.

“Tetapi bagi yang paham mengenai ULP sebagai episentrum korupsi di daerah dan inspektorat sebagai garda terdepan untuk mencegah terjadinya praktek culas dalam pengadaan barang dan jasa, maka rangkap jabatan dari dua lembaga ini, bukan saja aneh, melainkan malapetaka,” ujar Muchtar Luthfi A Mutty dalam keterangan tertulisanya, Minggu (31/10/2021).

Apalagi, lanjutnya, perturan dengan tegas menyebutkan bahwa personel yang bertugas di UKPBJ dan unit pelaksana teknis pengadaan barang/jasa, merupakan pegawai tetap di UKPBJ dan bukan pegawai yang bersifat adhoc dari unit kerja lain di luar UKPBJ.

Pendeknya, bagi yg masih memiliki sedikit saja nurani pemerintahan, penyatuan 2 institusi ini ke dalam 1 tangan sesungguhnya merupakan moral hazard. Kecuali jika penguasanya memang telah kehilangan nurani pemerintahan.

“Dan ketika penguasa telah kehilangan nurani pemerintahan maka disaat bersamaan dia telah kehilangan rasa malu. Itu artinya, pemerintah tidak lagi hadir sebagai rahmat, melainkan menjadi malapetaka bagi rakyat,” kata Mantan Bupati Luwu Utara itu. .

Sebagaimana dikabarkan, 429 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Demikian disampaikan Nurul Gufron, Wakil Ketua KPK ( Maret 2021). Jumlah ini tentu bertambah karena beberapa kepala daerah kembali terjerat kasus yg sama dalam satu bulan terakhir. Sebut saja misalnya,  Bupati Kolaka Timur, Bupati Banjar Negara, Bupati Probolinggo, Bupati Nganjuk, Bupati Muba, dan Bupati Kuantan Sengingi.

“Jika ditelisik, korupsi yang menjerat para kepala daerah umumnya terkait dengan tiga hal. Yakni, proses pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, dan perizinan. Sebagai upaya untuk mencegah praktek culas itu, maka inpektorat daerah diperluas kewenangannya,” beberanya.

Perluasan kewengan itu tidak lain dimaksudkan agar dapat mencegah praktek-praktek korupsi. Terutama dalam proses pengadaan barang dan jasa yg selama ini menjadi sarang praktek culas di lingkup pemda.” Bukankah hampir semua kasus korupsi di daerah episentrumnya ada di ULP? Maka menjadi aneh kemudian, jika kepala inspektorat merangkap kepala ULP,” cetusnya.

“Selain karena inspektorat harus menjadi garda terdepan dalam mengawal transparasi dan kejujuran dlm proses tender, juga karena pengaduan atau sanggahan atas dugaan praktek culas, antara lain ditujukan kapada dan harus ditangani inspektorat,” pungkas  Staf Kusus Wapres Jaman SBY ini.

(Red)