
MERDEKANEWS-Indonesia komitmen terhadap keputusan perjanjian internasional terkait Penangan Perubahan Iklim.
Dalam kesepakatan multilateral seperti The United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan juga Paris Agreement itu disampaikan bahwa masing-masing negara melakukan perannya sesuai dengan kemampuan dan tanggung jawabnya. Konvensi Perubahan Iklim mengakui bahwa prinsip Common but differentiated responsibilities /CBDR.
Perjanjian ini sebagai pedoman bersama negara dunia untuk melakukan langkah dan tindakan nyata untuk mencapai penurunan emisi Gas Rumah Kaca, seperti di Indonesia, yakni sebesar 29% tanpa syarat dan 41% bersyarat pada tahun 2030.
“Tujuan bersama di negara maju dan berkembang memiliki kondisi berbeda. Ini sering terlupakan, padahal dalam perjanjian itu ada istilah perjanjian negara-negara anek-1 atau nonanek Indonesia, tetapi dalam implementasi terkesan bahwa tanggung jawab dan kewajiban seluruh negara dianggap sama,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri, Mahendra Siregar , Selasa (2/2).
Lebih lanjut dikemukakan Mahendra, prinsip itu kadang dilupakan, di level antar negara juga begitu. Apakah dari kacamata menjaga pertumbuhan, dan mengatasi kemiskinan, itu diangap bukan hak yang sama bagi negara berkembang untuk menjaga keseimbangan, lingkungan dan untuk pembangunan sosial ekonomi.
Mahendera mengatakan, di negara-negara maju, isu kesenjangan sosial atau pembangunan sosial-ekonomi hampir memasuki masa puncak dan tidak lagi jadi isu dan tidak terkait dengan iklim.
Persepsi yang berbeda ini, atau cara penyampaian dan pandang berbeda bisa menimbulkan salah pengertian.
“Diplomasi iklim harus disampaikan komitmennya serta tujuan yang menyeluruh, dan apa yang sudah disepakati bersama tidak dipenggal penggal, sehingga tidak merugikan pihak tertentu. Hak-hak negara berkembang untuk menjaga keseimbangan lingkungannya juga tak terganggu,” ujar Mahendra.
Wamenlu menyatakan, konsisten menjalankan dan fokus, serta tidak usah sibuk dengan komitmen lain.“Kita punya komitmen untuk membangun negara kita. Ini yang mendasar dari dinamika diplomasi dan negosiasi dari pernjanjian itu,” pungkasya. (Muh)
-
Teken Kesepakatan Kerja Sama, Universitas Paramadina dan Kemenlu RI Bahas Krisis Global Indonesia berencana untuk meningkatkan peran dalam kerja sama Selatan-Selatan dan memanfaatkan perusahaan nasional untuk memperluas akses pasar, terutama di wilayah Afrika yang dipandang memiliki potensi pertumbuhan besar
-
Lebih dari 2.400 WNI Jadi Korban Kasus TPPO dalam 2 Tahun Terakhir setidaknya ada lebih dari 2.400 kasus warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO)
-
Wamenlu Mahendra Nilai Pandangan Zero Deforestation Keliru Pernyataan Menteri Iklim dan Lingkungan Internasional Inggris, Zac Goldsmith tentang zero deforestation dan COP26 Forest Agreement dinilai keliru dan menyesatkan (misleading).
-
Kisruh Batas Maritim Indonesia, Australia Kepala Batu Kisruh batas wilayah maritim antara Indonesia dan Australia buntu. Australia sepertinya kepala batu karena ogah negoisasi ulang.