merdekanews.co
Senin, 17 Agustus 2020 - 13:58 WIB

Pengacara Nasabah Koperasi Indosurya Sebut Penetapan Tersangka Dirinya Upaya Pembungkaman

Tim - merdekanews.co
Kantor Koperasi Indosurya. Foto: (Istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Sukisari, SH, advokat yang melakukan kegiatan edukasi kepada nasabah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, ditetapkan sebagai tersangka dengan tuduhan pencemaran nama baik dan fitnah melalui media elektronik terhadap KSP Indosurya (ISP) sebagaimana dimaksud Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (3) UU 19/2016 Jo. UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Sukisari dijerat oleh penyidik Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya berdasarkan laporan Josephine Revita Pietra, SH, Mkn diduga sebagai kuasa pihak HS dan KSP Indosurya berdasarkan LP/3241/VI/2020/SPKT PMJ/Ditreskrimsus. 

Sukisari dijerat atas perkara PKPU No 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Ps. Penetapan tersangka dirinya diduga sebagai tindakan kriminalisasi yang dilakukan oknum penyidik untuk membungkam perjuangan yang tengah dilakukannya membela nasabah Indosurya yang gagal bayar.

"Memangnya institusi itu sama dengan manusia bisa tercemar? Ini namanya bentuk kriminalisasi," ungkapnya kepada wartawan dengan nada satire, Senin (17/8/2020).

Sukisari menceritakan, penetapannya sebagai tersangka terjadi saat yang bersangkutan melakukan edukasi terbatas kepada nasabah di WhatsApp Grup pribadinya terkait proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang tengah dilakukan. "Tiba-tiba hp saya dipinjam pada saat BAP Saksi oleh Brigadir DG dari Unit 5 Subdit Siber. Kemudian pada tanggal 28 tahu-tahu sudah ada penetapan sita tanpa mencantumkan pekerjaan saya sebagai advokat," ujarnya.

Sukisari menduga penyidik telah melanggar prosedur KUHAP, dan bertentangan dengan Pasal 19 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

"Karena tanpa mencantumkan profesi saya sebagai advokat, sehingga mendapat ijin penyitaan dari Ketua PN Jakarta Selatan," ucap Sukisari.

Menurutnya penyidik diduga telah mengelabui Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Setiap BAP sebelum disita, hp saya dipinjam. Hp-nya dicocok-cocokin, kan gak boleh begitu," ujarnya.

Dia mensinyalir ada upaya merekayasa untuk membungkam dirinya dan korban lain supaya tidak bersuara. 

Hal itu diperkuat adanya bukti laporan LP/3241/VI/2020/SPKT PMJ/Ditreskrimsus dengan pelapor Josephine Levina Pietra, SH, Mkn tanpa diketahui siapa terlapornya. "Laporan dibuat tanpa ada nama terlapor dan penyidik langsung memproses pemberitahuan hingga panggilan hanya dalam hitungan semingguan. Semua Surat Penyidikan, SPDP Dan penggilan pertama sebagai Saksi dikerjakan penyidik dalam hari yang sama" ucapnya.

Patut diduga, dengan proses yang begitu cepat di tanggal yang sama, yakni 17 Juni 2020, semua proses penyidikan dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur yang telah diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.  "Sehingga dengan demikian pemanggilan kami sebagai saksi tidak sah menurut hukum," jelasnya.

Selain bertentangan dengan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dan Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal  Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana, penetapan tersangka Sukisari diduga tanpa melalui penyelidikan.

Jauh sebelum ditetapkan tersangka, pada 8 Juli 2020 advokat Sukisari sedang menjalankan tugas menghadiri Rapat Kreditor perkara nomor: No 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst di Pengadilan Niaga Jakarat Pusat. "Penyidik meminta saya agar saya tidak macam-macam selama Rapat Kreditor," akunya.

Walau dugaan pidana
Pasal 27 Ayat (3) Jo. Pasal 45 Ayat (3) UU 19/2016 Jo. UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak bisa ditahan, tetapi proses penyelidikan dan diduga melanggar hukum dan mengganggu
Pelayanan kepada Klien dalam menjalankan profesi Advokat.

Terhadap dugaan kriminalisasi yang menimpanya, advokat Sukisari mengaku telah melapor ke Kapolri dan bidang Divisi Profesi dan Keamanan (Propam) Polri. 


PROFESI ADVOKAT

Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat dilindungi hak-haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor  26/PUU-XI/2003 secara tegas berbunyi: “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien baik di dalam maupun di luar Pengadilan”

Dalam Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat secara tegas berbunyi:  “Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat.”

"Penyidik telah secara sengaja dan sewenang-wenang mengumpulkan alat bukti yang mengarahkan TSK seolah-olah mencemarkan nama baik Koperasi Simpan Pinjam Indosurya (ISP). Padahal subyek hukum/korban yang merasa dicemarkan dalam rumusan pasal 310 Ayat (1) KUHP harus orang dan bukan badan hukum," kata Sukisari.

Pasal 310 Ayat (1) KUHP: “barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud yang jelas agar hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paing banyak empat ribu lima ratus rupiah.”


POSTINGAN MENJERAT

Adapun bunyi postingan yang menjerat Sukisari pada grup WhatsApp isinya; BAGI YANG PAKAI KUASA SAMPAIKAN KEPADA KUASANYA
ATAU YANG TANPA KUASA HARUS KRITIS HAL INI

Rekan rekan Kuasa Semuanya

Kita menduga dan mengetahui bahwa di Koperasi ada Pengurus koperasi dan ada pengendali koperasi.

Nah kasus ISP terjadi karena diduga pengendali ini yg mengendalikan pengurus koperasi sehingga dana di koperasi bisa dialirkan ke usaha usaha milik pengendali.

Artinya pengurus koperasi harus meminta tanggung jawab si pengendali dan meminta kembali uang yg dialirkan.

Yang terjadi malah sampai saat ini pengurus koperasi masih tidak menjalankan fungsi sesuai dgn UU no. 25/1992

Bahkan Kuasa Hukum Koperasi juga menjadi kuasa hukum atau bicara mewakili si Pengendali.

Hal ini jelas menimbulkan konflik disatu pihak pengurus koperasi harus minta tanggung jawab si pengedali koperasi di satu pihak diduga kuasanya yg atur atur strategi, termasuk mengatur kuasa gratis untuk kreditur.

Diduga kuasa pengendali sebagai tersangka juga harus koordinasi ke kuasa koperasi. Karena saat kreditur tanya kepada si pengendali dia menyuruh ke si kuasa koperasi. Saat ditanya kepada team TSK pengendali juga menunjuk kuasa koperasi.

Nah selain itu diduga terjadi pembiaran oleh Pengurus PKPU.

Kita semua sebagai kuasa kreditur perlu bersikap kritis terhadap:

1. Kuasa koperasi supaya tidak terjadi konflik interes dan kesannya ancam ancam kreditur. Kalau kita ada hak imunitas gak ada masalah
2. Pengurus PKPU spy tidak terjadi pembiaran dan bisa menyampaikan kondisi harta debitur dilarikan kemana dg catatan debitur dan mutasi keluar rekening bank.

Salam dan salam kompak dalam berjuang
Sukisari.

(Tim)