Jakarta, MERDEKANEWS -- Sekolah Politik Indonesia (SPI) memiliki komitmen untuk berkontribusi menguatkan sendi-sendi identitas ke-Indonesia-an. SPI melakukan pendidikan politik kebangsaan lewat berbagai kegiatan mulai seminar, pelatihan hingga short course. Dalam aktivitasnya, SPI mengedepankan keterlibatan banyak kelompok dari berbagai latar belakang.
Dalam menanggapi isu mutakhir, di tengah pandemi, Jumat 05 Juni 2020, SPI mengelar webinar dengan tema "Pancasila di Era Disrupsi". Diskusi ini di dilakukan dalam rangka soft launching SPI. Menghadirkan dua pembicara utama, Aria Bima (politisi) dan Soni Sumarsono (birokrat). Diskusi online itu dihadiri 50 peserta.
Dalam paparannya, Aria Bima menyampaikan, sebenarnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat kita terlihat sangat jelas di masa kita menjalani PSBB. Menurutnya, PSBB adalah pilihan yang tepat, dibanding lockdown. Masyarakat masih bisa saling membantu dan bergotong-royong. Itu yang membedakan lockdown di negara-negara liberal atau sosialis.
Di sisi lain, Aria Bima menyadari, bahwa banyak nilai-nilai Pancasila yang terkoyak di era disrupsi teknologi. "Disrupsi akibat teknologi komunikasi semakin mengoyak nilai-nilai Pancasila. Di Indonesia, polaritas ideologi terbangun karena adanya narasi-narasi kebohongan, terlebih yang terjadi saat kampanye pilkada maupun pilpres" ujar Aria Bima.
Soni Sumarsono, mantan Plt. Gubernur di 3 provinsi selaku birokrat melihat apa yang dilakukan pemerintah hingga saat ini terus berupaya membangun nilai-nilai Pancasila lewat berbagai pendekatan kebijakan. Salah satunya ia mencontohkan perbaikan sistem pelayanan. Serta pola komunikasi pembangunan dari yang bersifat top down ke bottom up.
Namun ia juga berpandangan, kerja reformasi birokrasi itu masih memerlukan upaya terus menerus. Menurutnya, dari kacamata birokrat perlu dilakukan berbagai hal untuk penguatan fondasi Pancasila, seperti dalam bentuk pembinaan SDM birokrasi hingga dalam bentuk reformasi birokrasi.
Sementara Direktur SPI Hendrasmo mengatakan, lembaga ini akan menjadi tempat pesemaian politisi muda dari latar belakang partai maupun kelompok, untuk penguatan ke-Indonesiaan. Di masa depan tantangan ancaman segregasi politik akan mungkin sekali terjadi, sehingga mulai dari saat ini perlu dibangun imunitas atau ketahanan terhadap ancaman itu.
"Lihat Amerika, yang menjadi sokoguru demokrasi, sudah kuat secara kelembaagaannya pun, bisa tergoncang karena faktor leadership. Amerika tergoncang karena memiliki presiden yang tidak memiliki 'sense' yg kuat terhadap demokrasi maupun rasa kemanusiaan," ungkapnya. (Hadi Siswo)
-
Orientasi Kepemimpinan Serdik Sespimma Polri ke-71: Mengapa Pemimpin Harus Rendah Hati? Selain menjadi ajang pembelajaran, kegiatan ini juga menjadi ajang perkenalan baik sesama Serdik maupun pengurus dan staff Sespim Lemdiklat Polri
-
Bukber Peserta Didik Sespimma ke-71 Jadi Sarana Interaksi yang Positif Selain mempererat silaturahmi, momen buka puasa bersama dapat menjadi sarana interaksi yang positif
-
Beragama Maslahat: Pengaruh Spiritual dan Kemajuan Sosial Ekonomi Religuitas dan spiritualitas berbasis agama bisa mendukung perilaku yang tidak etis, kemudian bisa mempengaruhi cara seseorang dalam bersikap terhadap lingkungan kerja
-
Buka Dik Sespimma Polri ke-71, Kasespim Minta Jadilah Pemimpin yang Terhormat, Cerdas, dan Bermoral Mewujudkan Pimpinan Tingkat Pertama Polri Yang Prediktif, Responsibilitas, Transparansi Berkeadilan, dan Presisi untuk Indonesia Maju
-
Inspirasi Taqorrub-Ilalloh Lewat Kisah Perjalanan-Spiritual Para Tokoh: Edisi Muslimah/Muallaf Asal Filipina Secara umum proses konversi itu meliputi lima tahap, yakni: masa tenang pertama, masa ketidaktenangan/konflik, masa terjadinya konversi, keadaan tenang dan tenteram, dan ekspresi konversi dalam hidup