merdekanews.co
Jumat, 20 Desember 2019 - 04:49 WIB

Duit Sawit kok Dipakai Beli Surat Utang Rp2 Triliun, BPDP Ada Apa?

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Direktur Utama BPDPKS, Dono Boestami

Jakarta, MERDEKANEWS - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan mengalokasikan dana pungutan ekspor kelapa sawit sebesar Rp2 triliun untuk dikelola ke dalam surat utang negara (SUN) pada 2020. Lho kok bukan untuk kepentingan industri sawit?

Direktur Utama BPDPKS, Dono Boestami mengatakan, selama ini, pengelolaan dana pungutan sawit hanya berbentuk deposito yang disimpan di tiga bank pemerintah (Himbara), yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri. "Dalam rangka meningkatkan hasil pengelolaan dana, kami akan masuk ke Surat Utang Negara. Kami terus berkomunikasi dengan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan," kata Dono dalam konferensi pers Kinerja Akhir Tahun BPDPKS di Jakarta, Kamis (19/12/2019).

Dono menjelaskan, alokasi dana pungutan sawit sebagai endowment fund, atau dana abadi ini merupakan upaya BPDPKS mengelola dana yang berkelanjutan untuk mendukung program pemerintah dalam memajukan industri sawit nasional. Alokasi dana pungutan sawit sebesar Rp2 triliun ini, sebelumnya telah diusulkan Komite Pengarah yang diketuai Menko Bidang Perekonomian sejak 2017.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana, Kabul Wijayanto menjelaskan, untuk melakukan investasi ke dalam SUN, harus ada regulasi yang dipenuhi oleh BPDPKS sebagai Badan Layanan Umum. "Kami selaku BLU harus ada syarat-syarat memiliki perangkat, misalnya terkait komite investasi harus ada secara struktur, lalu 'business process; ada standar obligating procedure harus ada. Tata kelola investasi utama yang harus siap," kata Kabul.

Kabul menambahkan bahwa investasi dana pungutan ini tidak hanya berhenti pada SUN saja, namun tidak menutup kemungkinan ke dalam bentuk saham blue chip. BPDPKS menargetkan hasil pengelolaan dana yang diterima bisa lebih tinggi dari investasi tradisional dalam bentuk deposito yakni sebesar Rp1,3 triliun. "Kami berharap bisa meningkat 1 persen daripada return yang diterima dari deposito. Deposito kan Rp1,3 triliun, jadi kita harus lebih tinggi dari deposito jangka panjangnya. Kalau sama saja, buat apa kita pindah," kata Kabul. (Setyaki Purnomo)