merdekanews.co
Senin, 15 Juli 2019 - 13:57 WIB

Khawatirkan LGBT dan Kejahatan Seksual Marak, FORHATI Tolak RUU PKS

Setyaki Purnomo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS - Koordinator Presidium  Forum Alumni HMI-Wati (FORHATI), Hanifah Husein menyatakan sejumlah pandangan kritis terhadap Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang saat ini dibahas di DPR.

Dalam rilis kepada media di Jakarta, Senin (15/7/2019), Majelis Nasional FORHATI, melakukan pengkajian draf RUU P-KS. Hasilnya sebagai berikut. Pada Bab I tentang Ketentuan Umum; 1. Kekerasan Seksual,  adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi, reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas.

Karena, ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan,  secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik. "Definisi diatas masih multi tafsir, maka dipandang perlu untuk melakukan pengkajian ulang," papar Hanifah.

Poin kedua, lanjutnya, pada dasarnya hampir seluruh pasal-pasal yang tercantum dalam RUU P-KS telah termuat di RUU-KUHP, UU KDRT, UU Perlindungan Anak dan sebagainya.

Poin ketiga, lanjutnya, secara sosiologis draf RUU P-KS ini sarat dengan muatan feminisme dan liberalisme sehingga memungkinkan adanya celah legalisasi tindakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender/Transseksual) dan Pergaulan Bebas. Hal yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai sosial didalam masyarakat.

Poin keempat, papar Hanifah, secara filosofis draf RUU P-KS bertentangan dengan nilai-nilai agama yang dianut bangsa Indonesia. "Secara umum bahwa, Forhati memandang draf RUU P-KS bertentangan dengan Pancasila dan budaya bangsa Indonesia (Kearifan Lokal yang tidak bertentangan dengan agama)," tegas Hanifah.

Atas dasar pertimbangan di atas, lanjutnya, Majelis Nasional FORHATI menolak dengan tegas draf RUUP-PKS yang sedang dibahas DPR. "Kedua, Majelis Nasional FORHATI mengusulkan draf RUU PKS diubah menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual. Karena, kata kejahatan memiliki makna lebih luas dan komprehensif," ungkapnya.

Selanjutnya, kami meminta pemerintah, dan DPR untuk membuat Rancangan Undang–Undang Penghapusan Kejahatan Seksual secara komprehensif untuk perlindungan terhadap perempuan dengan menerima masukan/usulan dari aspirasi seluruh elemen masyarakat.

Terakhir, paparnya, FORHATI mengajak elemen masyarakat, lembaga Adat, lembaga Agama, organisasi massa, organisasi pelajar, mahasiswa dan pemuda untuk terus mengawal dan mendukung upaya-upaya mengantisipasi penyakit sosial terutama perihal kejahatan seksual, penyimpangan seksual (LGBT), pergaulan bebas, narkotika  dan kerusakan moral lainya. (Setyaki Purnomo)