merdekanews.co
Senin, 04 Februari 2019 - 22:19 WIB

Bedah Kasus Pencoretan OSO dari DCT, Fraksi Hanura Gelar Diskusi Publik

Hadi Siswo - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS -- Mencermati kasus pencoretan nama Oesman Sapta Odang (OSO) dari Daftar Calon Tetap (DCT), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) terus menuai polemik di tengah masyarakat. Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menggadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengusung tema "Pencoretan Nama Oesman Sapta, Antara Fakta Hukum dan Politik". 

Kegiatan FGD yang dilaksanakan Kamis (7/2/2019) di Ruang Rapat Fraksi Partai Hanura, DPR RI, Senayan, Jakarta ini menghadirkan Dr Oesman Sapta Odang sebagai Keynote Speaker. Selain menghadirkan Ketua Umum Partai Hanura itu, panitia juga menghadirkan sejumlah pakar dan narasumber yakni, Petrus Selestinus, SH (Direktur Hukum Lembaga Analisis Politik Indonesia dan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia), Dr. Bernadus Barat Daya, SH, MH (Pakar Hukum Tatanegara dan Mantan Komisioner KPU), Dr. Dodi S. Abdulkadir, BSc., SE., SH., MH (Ketua Bidang Hukum DPP Partai Hanura) dan Alvitus Minggu, S.IP, M.Si (Pengamat Politik dari Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Focus Group Discussion ini akan dipandu, 
Direktur Eksekutif Lembaga Analisis Politik Indonesia, Maksimus Ramses Lalongkoe yang bertindak sebagai moderator.

Ketua Panitia Penyelenggara FGD, Mustaqim Abdul Manan mengatakan, FGD ini bertujuan agar dapat mengungkapkan fakta-fakta baik hukum maupun politik berdasarkan kajian para pakar dan narasumber yang berkompeten dibidangnya masing-masing. 

"Iya ini bertujuan agar bisa ungkapkan fakta-fakta baik hukum maupun politik sesuai dengan kajian para pakar dan narasumber yang berkompeten dibidangnya masing-masing," kata Mustaqim, di Gedung DPR RI, Senin (4/2/2019). 

Seperti diketahui, pencoretan nama Oesman Sapta Odang terus menuai politik di tengah masyarakat saat ini. Pihak OSO yang telah mengantongi putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan putusan Mahkamah Agung justru diabaikan pihak KPU dengan tetap bertahan pada putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 yang melarang ketua umum partai politik rangkap jabatan sebagai anggota DPD. (Hadi Siswo)