merdekanews.co
Senin, 17 September 2018 - 09:43 WIB

Kalah Di Pengadilan Arbitrase

Ekonomi Lesu, Kemhan Sudah Bayar Denda Satelit Ke Avanti

Aziz - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS -Di tengah hempitan ekonomi, Kementerian Pertahanan (Kemhan)  akhirnya  membayar denda sebesar 20,075 juta dolar atau senilai Rp 278 miliar kepada Avanti, perusahaan operator satelit asal Inggris.

Pada 6 Juni 2018, Pengadilan Arbitrase memutuskan Kemhan RI harus membayar Avanti  20,075 juta dolar dengan batas waktu, 31 Juli 2018. Hal tersebut dikarenakan pemerintah dianggap lalai dalam melakukan pembayaran pada satelit komunikasi yang dipinjamnya kepada Avanti.

“Putusan Arbitrase soal denda sewa sudah kami selesaikan. Pembayaran denda sudah dilakukan pada tanggal 13 Agustus ke Avanti, "kata Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan Bondan Tiara Sofyan.

Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu mengatakan, pemerintah memang sebelumnya meminta keringanan kepada Avanti untuk memperpanjang waktu pelunasan denda. Alasannya, ekonomi global yang mempengaruhi perekonomian Indonesia.

"Kami terus meminta keringanan. Anggaran negara juga terbatas, karena itu kami terus meminta keringanan. Akhirnya, Avanti mengajukan ke arbitrase," kata Ryamizard dalam temu awak media beberapa waktu lalu.

Bekas Kepala Staf Angkatan Darat itu menjelaskan, pemerintah berusaha mempertahankan supaya Artemis terus mengorbit. Langkah itu dilakukan berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas yang dilaksanakan 4 Desember 2015 yang telah memerintahkan agar Slot Orbit 123 derajat BT tersebut diselamatkan untuk kemudian dikelola
Indonesia.

"Perintah Bapak Presiden Joko Widodo, kami harus mempertahankan Satelit Artemis tetap mengorbit sampai 2020," jelasnya.

Seperti diketahui, kontrak sewa tersebut dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT sejak satelit Garuda dinyatakan keluar dari orbit itu pada 15 Januari 2015.

Sebab, berdasarkan ketentuan International Communication Union Pasal 11.49. Menurutnya, apabila suatu negara tidak dapat mengisi kekosongan orbit tersebut dalam waktu tiga tahun, maka hak negara pemilik yakni hak terhadap slot orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan oleh negara lain.

"Dengan kondisi tersebut, mengingat proses pembuatan satelit baru memerlukan waktu lebih dari tiga tahun, sementara slot tersebut harus segera terisi sebelum tenggat waktu habis, Kemhan mengadakan kontrak sewa satelit floater dengan Avanti untuk mengisi Slot Orbit 123 derajat BT, sementara menunggu satelit baru diluncurkan," jelasnya.

Upaya ini, kata dia, harus dilakukan dalam rangka menyelamatkan slot orbit dan Spektrum Frekuensi L-Band agar Indonesia tidak kehilangan hak atas pengelolaan. Maka pihak Avanti menempatkan Satelit Artemis pada Slot Orbit 123 derajat BT terhitung, mulai 12 November 2016.

Menurut dia, urgensi untuk mempertahankan slot orbit tersebut tak lain karena memiliki kemampuan untuk menjangkau daerah-daerah dan pulau-puIau terpencil di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, komunitas maritim, vessel monitoring system, komunikasi untuk monitoring bencana seperti search and rescue serta komunikasi pertahanan dan keamanan.

"Keberadaan satelit Indonesia di Slot Orbit 123 derajat BT juga menjadi sangat penting dan vital bagi pertahanan negara Indonesia mengingat letaknya berada tepat di tengah-tengah wilayah yurisdiksi Indonesia atau kira-kira berada di atas Pulau Sulawesi," ucapnya.

Meski begitu, Menhan mengungkapkan, pada dasarnya pihaknya enggan melakukan sewa terhadap satelit tersebut dan cenderung menginginkan pembelian secara langsung. Namun karena keterbatasan anggaran, maka pemerintah memutuskan untuk melakukan kontrak sewa.

"Tapi setelah 2020 kalau saya, kita beli itu langsung full misalnya Rp8 triliun. Tapi kalau sewa dihitung-hitung 17 tahun mahal," katanya

Seperti diketahui, Indonesia akan meluncurkan satelit komunikasi militer buatan konsorsium Eropa Airbus Defence and Space pada 2019. Airbus ditunjuk Kementerian Pertahanan menggarap satelit militer itu setelah memenangi tender yang juga diikuti oleh Orbital Sciences Corporation asal Amerika Serikat, Loral Space & Communications asal AS, serta satu perusahaan satelit asal Rusia.

Anggaran yang diajukan untuk proyek satelit ini senilai 849,3 juta dolar. Anggaran itu telah disetujui oleh Komisi Pertahanan DPR, dengan pembiayaan berskema tahun jamak selama lima tahun. Jika telah diluncurkan pada 2019, satelit militer itu akan ditempatkan pada koordinat 123 Bujur Timur. (Aziz )