merdekanews.co
Selasa, 03 Juli 2018 - 12:03 WIB

Nasib Caleg Koruptor dan Aturan KPU Yang Dinilai Menabrak UU

Ira Safitri - merdekanews.co


Jakarta, MERDEKANEWS - Peraturan KPU atau PKPU soal mantan koruptor dilarang menjadi caleg masih multitafsir. PKPU dinilai telah melanggar undang-undang (UU).

Bukan hanya UU, tapi PKPU juga menabrak hak asasi eks napi koruptor yang pernah menjalani hukuman atas perbuatannya. Apalagi keputusan Makamah Konstitusi (MK) sudah jelas kalau mantan napi koruptor boleh menjadi caleg dengan hukuman di bawah 5 tahun.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis minilai langkah KPU yang menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 mengenai pelarangan eks narapidana kasus korupsi atau koruptor tidak bisa menjadi caleg telah melanggar banyak UU serta hak asasi.

Untuk melakukan pelarangan hak berpolitik koruptor yang ingin menjadi caleg, KPU harus melakukannya lewat aturan yang lebih tinggi, yakni UU. Dan menurut UUD 1945 itu kewenangan membentuk UU adalah DPR dan Presiden. Atas dasar itu, KPU terkesan  mengada-ada dengan mengatakan mereka organ mandiri atau independen sehingga dengan seenaknya membuat aturan.

“KPU jangan merasa independent body. Mereka harus tahu mereka ada karena diatur dalam UUD 1945 sehingga harus bekerja berdasarkan UUD 1945 bukan berdasarkan teori hukum tata negara Amerika,” sindir Margarito.

Bagaimana dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)?

Wasit pemilu ini pastinya akan tetap merujuk UU dalam menyelesaikan sengketa larangan eks napi koruptor menjadi koruptor.

Saat rapat dengan DPR di Senayan pada Senin, 2 Juli 2018, Ketua Bawaslu Abhan mengaku, kalau pihaknya akan bekerja sesuai UU.

PKPU itu ditetapkan dan diunggah di halaman resmi KPU pada 30 Juni 2018, kendati belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM dan mendapat penolakan dari DPR, para pihak yang menolak ini berpendapat bahwa PKPU bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Abhan berpendapat pemberlakuan larangan itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Apalagi, jika nantinya ada yang menggugat PKPU tersebut ke Mahkamah Agung.

Dia mengatakan, Bawaslu mendukung upaya pemberantasan dan penanggulangan korupsi. Namun, dia ingin memastikan bahwa aturan KPU itu sesuai dengan undang-undang.

Abhan menambahkan, lembaganya pun sebenarnya turut mengimbau agar partai politik tak mencalonkan mantan napi korupsi. "Persoalannya apakah ditaati atau tidak tergantung parpolnya."

Ketua KPU Arief Budiman mengatakan pihaknya meyakini PKPU Nomor 20 itu bisa diterapkan. Ihwal kemungkinan terjadi sengketa, Arief berpendapat bahwa Bawaslu bertugas memastikan KPU bekerja sesuai PKPU.

"Fungsi masing-masing lembaga negara yaitu memastikan KPU bekerja sesuai PKPU-nya," kata Arief saat ditemui di kesempatan berbeda di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 Juli 2018.

Arief menegaskan bahwa PKPU tersebut bukanlah aturan yang bersifat permanen. Kata dia, PKPU itu dapat diubah, baik oleh KPU atau pihak lain melalui gugatan di Mahkamah Agung.

"Bawaslu diberi kewenangan itu di dalam UU. Kalau tidak setuju dengan PKPU maka bisa melakukan judicial review di MA," kata dia.

  (Ira Safitri)