merdekanews.co
Senin, 13 November 2017 - 00:19 WIB

Musim Hujan Telah Tiba

Waspada, Jakarta Rawan Longsor

K Basysyar A - merdekanews.co
Longsor di Jakarta masih jadi ancaman.

JAKARTA, MerdekaNews – Musim hujan telah tiba. Warga yang tinggal di bantaran kali sebaiknya hati-hati dengan ancaman tanah longsor.

Hujan yang mengguyur ibukota bukan hanya genangan air. Di RT 06 RW 02, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, terjadi longsor.

Longsor menimpak proyek pembangunan SD 01 Ciganjur, Jakarta Selatan.

"Akibat curah hujan tinggi dan dikarenakan terdapat alat berat untuk pembangunan SD 01 Ciganjur," tulis akun twitter resmi BPBD DKI, @BPBDJakarta, Minggu (12/11/2017).

BPBD DKI menjelaskan kejadian tersebut terjadi sekitar pukul 13.00 WIB. Situasi saat ini sekitar pukul 19.57, BPBD DKI menginformasikan longsor tersebut masih dalam penanganan petugas.

Menurutnya, jika hujan kembali terjadi kemungkinan longsor susulan. Untuk itu, masyarakat diharapkan agar terus waspada.

"Imbauan kepada masyarakat agar selalu berhati-hati terhadap potensi longsor," katanya.

Longsor memang bukan istilah baru buat warga ibukota. November 2015, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta merilis 22 kelurahan di Jakarta rawan longsor jika terjadi hujan deras. Kelurahan tersebut termasuk zona kerentanan gerakan tanah menengah atau kategori zona kuning.

Keseluruhan zona kuning terdapat di wilayah yang berada di pinggir-pinggir sungai. 17 kelurahan rawan longsor di antaranya berada di wilayah Jakarta Selatan yaitu Cilandak Barat, Cilandak Selatan, Cipete Selatan, Gandaria Selatan, Lebak Bulus, Pondok Labu, Lenteng Agung, Ciganjur, Cipedak, Jagakarsa, Srengseng Sawah, Tanjung Barat, Pondok Pinang, Bangka, Cilandak Timur, Kebagusan, Pejaten Timur dan Bintaro.

Sedangkan 5 kelurahan sisanya berada di Jakarta Timur yaitu Kelurahan Bale Kambang, Kampung Baru, Cijantung, Kampung Gedong dan Kalisari.

Dari keseluruhan 262 kelurahan yang tersebar di 5 kota administrasi di DKI Jakarta, 30 kelurahan berada di zona hijau atau zona kerentanan gerakan tanah rendah dan sisanya 210 kelurahan berada di zona kerentanan gerakan tanah sangat rendah atau zona biru.

BPBD mengimbau masyarakat agar lebih waspada dan mengantisipasi potensi terjadinya longsor. Terutama di daerah bantaran sungai yang belum diturap. Sebab, karena selama kemarau tanah kering, begitu didera hujan deras bisa saja terjadi longsor.

Banjir Datang Lagi

Banjir masih menghantui warga ibukota. Saat ini ada sekitar 307 Rukun Warga (RW) yang rawan terkena banjir. Inilah sejarah banjir besar Jakarta.

1872. Banjir besar akibat curahan 286 milimeter hujan. Waktu itu Sungai Ciliwung meluap dan merendam pintu air di depan lokasi yang sekarang menjadi masjid Istiqlal jebol. Dari Harmoni sampai kawasan Kota Tua “tenggelam”.

1918. Hujan mengguyur selama 22 hari tanpa henti sejak January hingga February. Tepat tanggal 4 Februari, Weltevreden (kini di sekitar Lapangan Banteng) tergenang. Menyusul kemudian daerah Tanah Tinggi, Kampung Lima, Kemayoran Belakang, Glodok, dan daerah-daerah lain juga turut tergenang. Air mencapai 1,5 meter di beberapa tempat. Saat itu air juga merambah ke Batavia bagian barat karena bendungan Sungai Grogol jebol. Ribuan warga harus mengungsi. Rumah-rumah di Pasar Baru, Gereja Katedral, dan Molenvliet (sekarang Lapangan Monas) akhirnya disulap menjadi lokasi pengungsian.

1979. Ini banjir terbesar setelah 1872 yang menggenangi sebagian wilayah Jakarta dengan ketinggian rata-rata 70 sentimeter (cm). Di wilayah Karet, Guntur dan Taman Mini air mencapai ketinggian tiga meter, sementara Silang Monas berubah menjadi kolam raksasa. Dilaporkan 23 warga hilang saat itu dan tidak pernah diketemukan.

1994. Diawali dengn hujan 3 hari nonstop, sejak 6 Januari 1994. Akibatnya genangan 20 cm hingga 1 meter pun terlihat dimana-mana. Kawasan terparah adalah Pulogadung yang terendam hingga1 meter.

1996. Hujan yang turun selama satu minggu pada bulan January dengan intensitas 300 mm/hari. Disebut disebut sebagai banjir terburuk setelah 1980-an. Tak heran bajir kala itu diklasifikasikan sebagai bencana nasional, karena seluruh Jakarta terendam. Ketinggian air mencapai 7 meter dan paling tidak 20 orang tewas.

1999. Rasio debit Ciliwung sudah jauh dari angka ideal 1 meter kubik pada musim kemarau dan 40 meter kubik pada musim hujan (rasio 1:40). Rusaknya bantaran di sepanjang Ciliwung dari Bogor sampai Jakarta, membuat rasio debit Ciliwung menjadi 1:540.

2002. Banjir kali ini kabarnya disebabkan kesalahan tata ruang, yang menyebabkan 365.000 penduduk mengungsi dan tercatat 21 korban jiwa. Sebanyak 24,25% dari luas Jakarta tergenang saat banjir menerjang sejak 27 Januari-1 Februari 2002. 42 Kecamatan dan 168 kelurahan tergenang.

2007. Sentra ekonomi lumpuh, lalu lintas terputus, dan sekolah diliburkan. Listrik mati dan ratusan penerbangan domestik maupun internasional batal. Selama empat hari, Jakarta lumpuh total. Korban tewas 60 orang akibat terseret arus air atau tersengat aliran listrik, 320.000 warga mengungsi, dan kerugian sampai Rp 4,3 triliun.

2013. Sedikitnya 20 orang tewas. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, banjir melanda 720 RT, 73 kelurahan, dan 31 kecamatan dari total 44 kecamatan di DKI Jakarta. Kerugian ditaksir mencapai Rp 20 triliun.

2015. 9 February, banjir dan genangan masih berlimpah di 36 lokasi di Jakarta sampai menyebabkan perjalanan angkutan massal terganggu. Dini hari, salah satu gedung di Balai Kota mulai terendam banjir. Air masuk ke pelataran bawah Blok F. Dilaporkan 20 kelurahan dan 50 wilayah terendam banjir, termasuk Kantor Balai Kota Gubernur Ahok dan sekitar Istana Negara Presiden Jokowi.

 

 

  (K Basysyar A)