
Jakarta, MERDEKANEWS - Publik dikejutkan dengan jumbonya utang pemerintah yang mencapai Rp4.034,8 triliun per Februari 2018. Meski tim ekonomi Jokowi tenang-tenang saja, DPR memiliki sejumlah catatan.
Anggota Komisi XI Heri Gunawan menyampaikan, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan IV-2017 mencapai US$352,2 miliar, atau tumbuh 10,1% (year on year/yoy). Dengan asumsi kurs Rp13.500 per US$, maka utang tersebut setara dengan Rp4.752 triliun. Cukup besar kan.
Lalu apa dampaknya bagi perekonomian nasional dan anggaran (APBN)? Para menteri bidang ekonomi Kabinet Kerja Jokowi, boleh saja menyebut efeknya kecil. Kalau dilihat lebih jauh, peningkatan utang luar negeri (ULN) tersebut didorong oleh kenaikan utang publik yakni pemerintah dan bank sentral sebesar 14% (yoy) dari 2016 menjadi US$180,662 miliar.
Sementara utang swasta, atau korporasi, baik bank maupun non-bank, hanya naik 6% menjadi US$171,62 miliar. Kenaikan utang ini, tak lepas dari kebutuhan pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur yang 'kejar tayang'. Kenaikan utang tersebut, sudah pasti berdampak pada perekonomian nasional, dan lambat laun tentunya akan mengganggu daya dukung APBN.
Utang sudah pasti menjadi beban APBN. Lebih-lebih setelah berakhirnya Program Pengampunan Pajak dan realisasi pendapatan pajak yang masih terus melenceng dari target. Pemerintah rasanya akan makin sulit merealisasikan Penerimaan Negara yang lebih baik. Di sisi lain, beban jatuh tempo pembayaran utang makin besar. Lebih-lebih utang tersebut didominasi ULN berjangka panjang. Tahun ini, beban cicilan utang diperkirakan mencapai Rp390 triliun.Tahun depan, diperkirakan naik lagi di kisaran Rp420 triliun. Total jenderal mencapai Rp810 triliun.
Apakah ini tidak membani APBN? Ya, jelas memengaruhi. Belum lagi, gap antara realisasi pendapatan dan belanja, sejauh ini masih belum bisa dipecahkan. "Saya sudah berkali mengatakan bahwa pemerintah tidak boleh terlena dengan rasio utang yang disebut-sebut masih aman itu. Kalau dilihat dari trennya, rasio utang terus mengalami kenaikan," kata Heri.
Tahun 2014, rasio utang sebesar 24,7%, naik tajam pada 2015 menjadi 27,4%. Kemudian mendaki lagi menjadi 27,9% pada 2016. Setahun berikutnya naik menjadi 28,2%. Tahun ini, rasio utang diperkirakan menclok di angka 29% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Untuk diketahui, lebih dari 80% penerimaan negara bersumber dari pajak. Celakanya, realisasi pajak acapkali melenceng dari rencana. Tahun 2015, realisasinya hanya Rp1.285 triliun atau melenceng dari target APBN-P sebesar 1.489 triliun. Pada 2016 juga melenceng dari target APBN-P 2016 sebesar Rp1.539,2 triliun.
Lalu apa dampak politiknya? Kata kader Gerindra ini, banyak kalangan maklum bahwa pemerintahan Jokowi jor-joran membangun infrastruktur. Mulai jalan, waduk, kereta api, dan masih banyak lagi. Seolah-olah, pembangunan infrastruktur menjadi harga mati. Tidak boleh tidak. "Saya khawatir, pemerintah yang akan terjebak pada proyek pembangunan infrastruktur yang kelewat ambisius itu. Lalu mengabaikan target-target pembangunan yang lebih riil dan mendesak," papar Heri.
Suka atau tidak, lanjutnya, pemerintah harus akui bahwa masih ada 27 juta rakyat Indonesia yang hidup miskin. Angka ketimpangan ekonomi masih bertengger di kisaran 0,39. Serta daya beli belum beranjak dari angka 4,9%. "Rasanya tidak elok kalau kita berbangga diri dengan proyek infrastruktur ambisus, yang seolah kejar tayang di saat saudara-saudara kita masih ada yang tersisih," ungkap Heri.
Di mana-mana, lanjutnya, pemerintah bicara tentang proyek infastruktur yang ambisius. Tensinya makin kentara di tahun poltik ini. Mungkin hanya segelintir pihak yang sadar bahwa megahnya proyek infrastruktur dibiayai dari utang. Ya, karena itu tadi, pertumbuhan ULN yang mencapai 10%. Tentu saja, duit-duit tersebut dilarikan untuk pembangunan infrastruktur.
Sekali lagi, tak elok jika ada yang gembar-gembor infrastruktur kalau akhirnya sumbernya dari utang yang akan menjadi beban dalam jangka panjang. (Setyaki Purnomo)
-
DPD Partai Gerindra Bali Tidak Pernah Berafiliasi dengan Ormas GRIB! yang jelas Partai Gerindra tidak pernah berafiliasi dengan ormas GRIB
-
HKI Perkuat Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Lewat Pelatihan Keuangan di Pasar Dongko Bogor HKI Perkuat Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Lewat Pelatihan Keuangan di Pasar Dongko Bogor
-
Puan Sebut Sudah Titip Salam ke Didit, Pertemuan Megawati dan Prabowo Tinggal Menunggu Waktu? Megawati Soekarnoputri menitipkan pesan kepada Presiden RI Prabowo Subianto melalui sang anak, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit Hediprasetyo
-
Didit Prabowo dan Menteri Kabinet Merah Putih Halal bi halal di Rumah Megawati Putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit Hediprasetyo juga hadir dalam kesempatan tersebut
-
Satu Dekade Perjalanan, HKI Siap Hadirkan Pembangunan Berkelanjutan Satu Dekade Perjalanan, HKI Siap Hadirkan Pembangunan Berkelanjutan