merdekanews.co
Minggu, 07 Januari 2024 - 12:05 WIB

Soal Knalpot Brong, Gatot Nurmantyo: Jangankan TNI, Warga Biasa Berhak Jaga Ketertiban Umum

Doddi - merdekanews.co
Mantan Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo mengajak masyarakat untuk menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat hukum.

Jakarta, MERDEKANEWS - Kasus pengeroyokan relawan Ganjar Pranowo-Mahfud Md oleh prajurit TNI di Boyolali, Jawa Tengah, terus menjadi sorotan publik. Peristiwa pengeroyokan yang sempat viral di media sosial disebut terjadi karena suara bising knalpot brong.

Berdasarkan video yang beredar, relawan itu dinarasikan baru selesai mengikuti acara di Boyolali. Mereka juga dicegat beberapa orang oknum TNI dari Batalyon 408 dan langsung mengeroyok korban. 

Komandan Kodim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo, membenarkan peristiwa tersebut. Mereka yang terlibat merupakan anggota Yonif 408/Suhbrastha.

Wiweko menjelaskan pengeroyokan terjadi setelah para anggota TNI yang sedang berkegiatan terganggu suara knalpot para peserta kampanye yang melintas. Mereka juga mencegat pengendara yang menggunakan knalpot brong hingga terjadilah pengeroyokan di jalan raya.

“Kemudian, beberapa oknum anggota secara spontan keluar dari asrama menuju ke jalan di depan asrama. Guna mencari sumber suara knalpot brong pengendara motor tersebut, untuk mengingatkan kepada pengendara dengan cara berhenti dan membubarkan. Hingga terjadi gerakan terhadap pengendara sepeda motor knalpot brong tersebut,” imbuh Wiweko.

Menurut Wiweko, jumlah korban yang dimaksud adalah sebanyak tujuh orang. Adapun, dua orang saat ini masih menjalani rawat inap di RSUD Pandan Arang dan lima orang lainnya rawat jalan. “Semoga kondisinya cepat pulih, sembuh sedia kala,” jelas dia.

Wiweko mengatakan saat ini kasus tersebut sudah dalam penanganan Denpom IV/4 Surakarta. Denpom telah meminta keterangan para prajurit yang diduga terlibat pengungkapan itu untuk kepentingan proses hukum.

Menyikapi peristiwa itu, mantan Panglima TNI Jend. Gatot Nurmantyo mengajak masyarakat untuk menunggu hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat hukum.  

Mari kita sama-sama melihat - seperti yang dikatakan KASAD yang diperintahkan kepada kesatuan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan, maksud baik dari TNI, katanya dalam wawancara dengan Metro TV yang diupload di kanal YouTube, Minggu, (07/01/2024) .

Gatot juga menegaskan bahwa knalpot yang digunakan pemotor tersebut tidak sekadar modifikasi biasa, namun sudah dipotong hingga leher angsa, istilah yang lazim di kalangan pemotor.

“Ternyata bukan sekedar brong, bukan modifikasi, tapi knalpot yang dipotong hingga leher angsa. Jadi suara dua kali lipat dari knalpot brong,” paparnya.

Yang kedua menurut Gatot, TNI adalah sebuah organisasi negara, bukan gerombolan, dan bukan orang yang mudah marah. Kejadian itu mulai pukul 06.30 dan bolak-balik. 

“Tolong kita sama-sama jangan mempolitisasi, kalau di tempat lain ada hubungan dan lain sebagainya. Jika ini terjadi, maka kita semua terkena proxy,” paparnya.

Gatot juga tidak yakin prajurit TNI akan memukul pakai benda tajam atau bahkan batu. Ia menyarankan agar masyarakat menunggu hasil visum dan tidak berspekulasi. 

“Yang dikatakan korban dipukul pakai batu, kita tunggu saja, pasti ada visum, apakah TNI benar memukul orang pakai batu, keterlaluan kalau benar. Tetapi saya tidak yakin hal itu dilakukan TNI dengan pakai batu. Pasti pakai tangan atau benda tumpul, itu keyakinan saya. Biarkan visum yang berbicara dan membuka semuanya,” paparnya.

Gatot juga mengingatkan bahwa menjaga perdamaian umum itu dijamin oleh undang-undang, sehingga peran serta seluruh warga - tak hanya TNI - sangat diharapkan untuk menjaga perdamaian.  

“Ingat bahwa Undang-undang Pemilu pasal 280, dilarang mengganggu kenyamanan umum, sedangkan knalpot seperti itu mengganggu kenyamanan umum, belum lagi kita lihat knalpot itu menyebabkan polusi udara. Jadi, mari kita lihat semuanya dengan kacamata hukum yang jernih, sehingga kita bisa mengambil pelajaran dari apa yang terjadi,” tegasnya.

Gatot menambahkan, siapapun masyarakat, tak hanya TNI - jika melihat pemandangan umum terganggu oleh pengendara motor, apalagi dengan menenggak minuman keras seperti itu yang bisa membahayakan umum dan keselamatan umum, apakah hal itu kita biarkan. 

“Jangankan TNI, masyarakat umum pun boleh menghentikan siapapun yang mengganggu kenyamanan umum. Naik motor dengan minuman keras, silahkan tanya polisi. Masyarakat mempunyai hak untuk menghentikan perilaku yang membahayakan umum. Orang mengendarai sepeda motor dengan minuman keras, berbahaya atau tidak,” paparnya.

Gatot menegaskan bahwa dirinya tidak mau terlibat dalam tuduhan siapa yang benar atau salah. Ia menyarankan biar proses hukum yang menjawab semuanya.

“Saya tidak mau mengatakan siapa yang salah. Saat diwawancara, KASAD dimintai komentar atas pertanyaan apakah TNI salah, itu sama saja menggiring KASAD untuk menyatakan bersalah. Itu bisa kena hukum, karena belum ada proses hukum sudah bisa menyatakan bersalah. Jadi apa yang dikatakan Pak Andika Perkasa (Ketua TKN-red) sudah benar, tunggu saja proses hukum dan Dandim Boyolali menceritakan kejadian, bukan membela anah buahnya. Nanti proses hukum yang akan menjadi jelas,” jelasnya. 

Menurut Gatot, apa yang disampaikan memerintahkan Kodim adalah memberikan informasi awal, Dimana hasil lengkapnya adalah penyelidikan hukum. “Siapapun yang memberi informasi sebelum putusan hukum, itu adalah informasi awal yang bisa benar bisa salah. Nanti pengadilan yang memutuskan, hukum yang berbicara. Kalau tidak ada informasi awal, bisa bias. Itu itikad baik dari Dandim. Pak Andika pasti paham karena dia mantan Panglima TNI,” paparnya.

Gatot menegaskan, bahwa ada atau tidak unsur politik, semua bisa terjadi. “Oleh karena itu kita tunggu proses pengadilan, semua akan terbuka, siapa pelakunya, apa motifnya, apakah ada unsur-unsur luar, adakah unsur yang dibuat-buat, politisasi, saya katakana di sini saya tidak akan mendahului apa yang akan diputuskan oleh hukum, “paparnya. (Doddi)