merdekanews.co
Rabu, 20 Desember 2023 - 20:00 WIB

Kemenag dan Kejaksaan Agung Bahas Konten Buku Keagamaan Diduga Bermasalah

*** - merdekanews.co
Pertemuan Puslitbang LKKMO dan Kejaksaan RI bahas konten buku keagamaan. (Foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Kepala Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (PLKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Moh. Isom bertemu Direktur Sosial, Budaya, dan Kemasyarakatan pada Jaksa Agung Muda Intelijen Kejaksan Agung Ricardo Sitinjak, di Jakarta, Senin (18/12).

Ikut mendampingi, analis kebijakan pada Puslitbang LKKMO Kemenag. Dari Kejaksaan Agung, hadir Kasubdit Peredaran Barang Cetakan dan Media Komunikasi Rudy Hartono dan Kasi Pengawasan dan Peredaran Barang Cetakan Ramliansyah.

Kepala Puslitbang LKKMO Isom Yusqi menyampaikan hasil kajian atas Surat Kejaksaan Agung RI perihal “Adanya Peredaran Barang Cetakan berupa Buku dengan judul “Irsyadul ‘Ibad Ila Sabilirrasyad (PETUNJUK KE JALAN LURUS) yang berisikan ujaran kebencian terhadap Instansi Bea Cukai”.

Menurut Isom, berdasarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengesahan Standar Mutu Buku Umum Keagamaan, buku terjemahan itu dapat dikategorikan sebagai buku umum keagamaan.

Sebab, buku itu dicetak untuk komsumsi publik. Buku tersebut diperjualbelikan, baik di toko buku maupun secara online di beberapa daerah, antara lain: Aceh, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu, Jambi, dan Kalimantan Timur.

"Puslitbang LKKMO dan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama telah melakukan komunikasi dan koordinasi dalam menanggapi surat dari Kejaksaan RI," kata Isom, dikutip dari website Kemenag, Rabu.

Di Indonesia, kata Isom, tugas dan fungsi bea cukai diatur dalam UU No 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. Ada juga UU No 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

Sedangkan menurut khazanah ilmu ekonomi Islam, istilah bea cukai dipadankan dengan istilah 'Usyur. "Bea cukai terhadap keluar masuknya barang yang melalui wilayah pabean Indonesia adalah sah dan dapat dibenarkan, dengan syarat ditujukan untuk kepentingan umum (kemaslahatan ummat)," jelas Isom.

"Praktik bea cukai menjadi ilegal jika pihak terkait melakukan pungutan secara liar, zalim (semena-mena), dan tidak berkeadilan," lanjutnya.

Dijelaskan Isom, konten buku pada “BAB: MENCELA PEGAWAI BEA CUKAI (YG PUNGLI)” yang menyertakan beberapa hadis berisi “peringatan keras” terhadap pegawai bea cukai, itu tidak berlaku secara umum. Hal itu hanya ditujukan kepada oknum yang melanggar peraturan perundangan-undangan dalam melaksanakan tugasnya, yaitu melakukan “pungutan liar”.

"Kami menemukan indikasi buku terjemahan ini dicetak untuk kalangan terbatas karena belum memiliki ISBN. Buku tersebut juga belum memenuhi syarat sebagai buku yang layak terbit untuk konsumsi publik," sebut Isom.

Ada sejumlah regulasi perbukuan, antara lain: (a) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2021 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam; (b) Permendikbudristek Nomor 22 Tahun 2022 tentang Standar Mutu Buku, Standar Proses dan Kaidah Pemerolehan Naskah, serta Standar Proses dan Kaidah Penerbitan Buku; dan (c) Permendikbudristek Nomor 16 Tahun 2023 tentang Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Perizinan Berusaha untuk Penerbitan Buku.

Dalam forum ini, Puslitbang LKKMO dan Kejaksaan RI sepakat untuk membangun komitmen, sinergi, dan koordinasi yang lebih intensif dalam merespons peredaran buku agama maupun kontens keagamaan yang dianggap bermasalah atau meresahkan masyarakat, baik yang bersifat cetak maupun elektronik (digital).

Pusat LKKMO akan menyusun Peraturan Menteri Agama terkait buku agama dan keagamaan. Ada rekomendasi dari DPD RI dan Kejaksaan RI agar urusan perbukuan agama di Kementerian Agama dilakukan melalui “satu pintu”. "Artinya, mesti ada satu organisai/unit kerja yang mengurus buku dari hulu ke hilir mulai dari penyusunan, penilaian, penerbitan, pendistribusian, pengawasan, dan penggunaannya," kata Isom.

"Ke depan, Kemenag bersama Kejaksaan Agung, Kemenkominfo dan Kepolisian akan menguatkan sinergi dan kolaborasi dalam pengawasaan dan advokasi terhadap buku-buku keagamaan cetak atau elektronik yang meresahkan kerukunan umat beragama. Kita akan memberikan pendampingan agar buku-buku agama dan keagamaan tidak bertentangan dengan ideologi Pancasila dan kemanusiaan universal," jelasnya.

Terkait substansi buku yang dibahas, Kejaksaan RI perlu melakukan pendalaman dan konsultasi dengan pemangku kepentingan, terutama Ditjen Bea dan Cukai Indonesia, MUI Pusat, dan IKAPI Pusat sebelum mengambil keputusan yang memiliki kekuatan hukum.

"Kejaksaan RI dapat melakukan upaya persuasif terhadap penerbit ”Darussaggaf” P. P. Alawy Surabaya, dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah karena tidak menutup kemungkinan bahwa buku tersebut dicetak atau digandakan secara sepihak oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," tandas Isom.

(***)