Jakarta, MERDEKANEWS -- Kementerian Luar Negeri memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban bencana banjir yang melanda Libya timur.
Berdasarkan data pemerintah Libya per 12 September 2023, banjir besar yang melanda sejumlah kota di antaranya Benghazi, Sousse, Al Bayda, Al-Marj, and Derna itu sudah merenggut 2.000 jiwa.
"KBRI Tripoli terus memantau perkembangan di lapangan, dan telah mengeluarkan imbauan melalui jejaring masyarakat agar WNI di wilayah tersebut meningkatkan kewaspadaan dan terus memantau prakiraan cuaca melalui media resmi pemerintah Libya," kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, Selasa.
Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Libya telah menetapkan status siaga/darurat, sedangkan operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung.
KBRI Tripoli telah berkomunikasi dengan otoritas di Libya timur dan komunitas Indonesia. Sebagian besar WNI di Libya, yang berdasarkan data KBRI Tripoli berjumlah 282 orang, bertempat tinggal di Libya bagian barat.
Dalam keadaan darurat, seperti dilansir antaranews, WNI di seluruh Libya dapat menghubungi Hotline KBRI Tripoli 24 jam dengan nomor +218 94 481 5608.
-
Hilgers dan Reijnders Ucap Sumpah WNI di Luar Negeri, Erick Thohir: Bukan Hal Spesial Hilgers dan Reijnders Ucap Sumpah WNI di Luar Negeri, Erick Thohir: Bukan Hal Spesial
-
Indonesia Dukung Resolusi PBB Tuntut Isarel Akhiri Pendudukan di Palestina Indonesia siap mendukung implementasi Resolusi dan tegaskan Solusi Dua Negara untuk tercapainya perdamaian yang adil, abadi, dan komprehensif
-
Kasus Penusukan WNI di Philadelphia, Kemlu: Dalami Motif, Pelaku dan Korban Sudah Tinggal Setahun di AS Terkait hubungan korban dan pelaku Judha mengaku masih mendalami
-
Dilanda Wabah Bakteri Pemakan Daging, Bagaimana Nasib WNI di Jepang? mengimbau seluruh warga negara Indonesia (WNI) di Jepang untuk meningkatkan imunitas tubuh
-
Pembantaian Warga Gaza Saat Antre Bantuan, Indonesia Kritik Keras Respon DK PBB: Lamban! Indonesia juga mengkritik DK PBB, yang dianggapnya lamban merespons agresi militer Israel