merdekanews.co
Kamis, 13 Juli 2023 - 19:15 WIB

Resolusi Larang Kebencian Terhadap Agama Disahkan, Pembakar Al Quran Islamofobia Bukan Kebebasan Berekspresi!

Jyg - merdekanews.co
Ilustrasi. (foto: istimewa)

Jakarta, MERDEKANEWS -- Dewan Hak Asasi Manusia PBB menyetujui resolusi yang melarang kebencian beragama. Resolusi itu menyerukan negara-negara untuk mengatasi, mencegah dan menuntut tindakan dan mengadvokasi kebencian beragama.

Resolusi itu muncul setelah insiden pembakaran Al Quran di Swedia oleh Salwan Momika, yang menimbulkan banyak kecaman, termasuk Indonesia.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengutuk keras aksi pembakaran Al Quran dengan mengatakan tindakan provokatif itu sangat menyakiti Muslim di seluruh dunia.

Menurut Retno, aksi tersebut tidak bisa dibenarkan, walaupun  dengan menggunakan alasan kebebasan berekspresi.

“Aksi itu menunjukkan Islamofobia, kebencian terhadap Islam, religion of peace (agama damai),” kata Retno dalam rekaman video yang dirilis Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal  20 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), setiap negara diwajibkan melarang advokasi kebencian agama melalui hukum.

Oleh karena itu, Indonesia mendesak Dewan HAM PBB dan pemegang mandat lainnya terkait isu ini agar bersuara keras mengecamnya.

Namun seperti dilansir dari The Guardian, resolusi yang disahkan Rabu (12/07), itu ditentang oleh negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE) dan sejumlah negara lainnya.

Resolusi tersebut diusulkan oleh Pakistan, atas nama 57 negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Sebanyak 28 negara memilih mendukung, 12 menentang, dan tujuh negara abstain.

Resolusi ini sangat ditentang oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa, lantaran dianggap bertentangan dengan pandangan mereka tentang hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi.

Meskipun turut mengutuk insiden pembakaran Al Quran di Swedia, AS dan Uni Eropa berpendapat inisiatif OKI hanya dirancang untuk melindungi simbol-simbol agama, daripada hak asasi manusia.

Hasil pemungutan suara di Dewan HAM PBB mengenai resolusi ini menandai kekalahan besar bagi negara-negara Barat.

Direktur Universal Rights Group yang berbasis di Jenewa, Marc Limon, mengatakan hasil ini menunjukkan "kemunduran Barat di Dewan HAM". "Mereka semakin kehilangan dukungan dan argumen," ungkap Limon.

Perwakilan Tetap AS untuk Dewan HAM, Michele Taylor, mengatakan kekhawatiran Amerika mengenai inisiatif itu "tidak ditanggapi dengan serius".

"Saya percaya dengan sedikit lebih banyak waktu dan lebih banyak diskusi terbuka, kita juga dapat menemukan jalan ke depan bersama dalam resolusi ini," katanya.

Usai pemungutan suara resolusi, Perwakilan Tetap Pakistan untuk PBB di Jenewa, Khalil Hasmi, menuding negara Barat melakukan "lip service" terhadap komitmen mereka untuk mencegah kebencian agama.

"Penentangan beberapa orang di ruangan itu berasal dari keengganan mereka untuk mengutuk penodaan terhadap kitab suci Al Quran atau buku agama lainnya," kata Hasmi.

Dia menambahkan, "Mereka tidak memiliki keberanian politik, hukum, dan moral untuk mengutuk tindakan ini. Itu adalah hal minimum yang diharapkan Dewan dari mereka."

Hashmi bersikeras bahwa resolusi tersebut tidak bertujuan untuk membatasi kebebasan berbicara, tetapi ditujukan untuk mencapai keseimbangan.

"Sayangnya, beberapa negara telah memilih untuk melepaskan tanggung jawab mereka untuk mencegah dan melawan momok kebencian agama," katanya.

(Jyg)