Praktisi Hubungan Internasional, Dinna Prapto Raharja mengatakan, pengakuan Belanda atas kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 belum memberikan dampak besar terhadap perjuangan keadilan bagi bangsa Indonesia.
Menurutnya, pengakuan Belanda yang disampaikan Perdana Menteri Mark Rutte hanya statement populis semata.
Pasalnya, kata Dinna, Juru Bicara Perdana Menteri Belanda mengatakan bahwa pengakuan tersebut tidak memiliki konsekuensi hukum, karena PBB akan tetap mengacu pada kemerdekaan RI tahun 1949.
"Hal-hal yang telah tercantum terkait Indonesia dalam dokumen-dokumen resmi kenegaraan tetap belum akan berubah," kata Dinna seperti dilansir dari rmol.id Sabtu (17/6/23).
Pendiri Think-tank Synergy Policies ini mengatakan, baru-baru ini PM Rutte meminta maaf atas aktivitas perbudakan masa lalu yang dilakukan Belanda di seluruh dunia.
Dinna menuturkan, Belanda telah mengakui korban kolonisasi Asia di wilayah kekuasaan Dutch East India Company mencapai 660,000 dan lebih dari 1 juta orang telah diperdagangkan. Tetapi nama Indonesia tidak ada dalam daftar permintaan maaf.
"Indonesia tidak disebut, hanya Suriname, Aruba, Curacao, St. Maarten, Bonaire, St Eustatius dan Saba," ungkapnya.
Dinna menilai PM Rutte nampak terdesak oleh konstituen politiknya di dalam negeri karena sebelum kejadian ini, banyak permintaan maaf atas perbudakan Belanda yang dilakukan sejumlah gubernur, walikota bahkan Bank Sentral Belanda.
"Rupanya gelombang kesadaran generasi masa kini akan buruknya perbudakan menjadi salah satu penggeraknya," kata Dinna.
Melihat perkembangan tersebut, Dinna berpendapat bahwa pengakuan terbaru dari Belanda belum benar-benar berdampak bagi Indonesia.
"Kita masih harus bersuara lebih keras menuntut hak kita berdasarkan pengakuan-pengakuan tersebut," pungkasnya.
Belanda sebelumnya hanya mengakui kemerdekaan RI berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember tahun 1949. Pada Rabu (14/6), PM Belanda mengumumkan pengakuan mereka atas kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan pengakuan yang diperbarui, beberapa pengamat menilai Indonesia berkesempatan untuk menuntut Belanda atas kejahatan perang yang dilakukan antara tahun 1945 dan 1949.
Itu mencakup Agresi Militer I, Agresi Militer II dan keterlibatan Belanda dalam rombongan tentara Sekutu dalam rangka melucuti tentara Jepang. (Viozzy)
-
Menhub: Bandara Jenderal Besar Abdul Haris Nasution Kembangkan Potensi Ekonomi di Mandailing Natal Bandara dengan runway sepanjang 1.450 m x 30 m, taxiway sepanjang 75 m x 15 m, apron sepanjang 105 m x 65 m, serta gedung terminal seluas 2.537 meter persegi ini, nantinya bisa melayani pesawat ATR 72
-
Kadin Minta Pemerintah Hati-hati Bentuk Badan Otorita Penerimaan Negara Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara dikhawatirkan akan menyebabkan pengelolaan keuangan negara menjadi tidak proporsional
-
Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama Dalam Negeri akan Beroperasi Juni 2024 Pabrik itu juga disebut akan menjadi yang pertama di Asia Tenggara dengan kapasitas 10 GW, dan akan segera diresmikan pada bulan ini
-
Hardiknas 2024: Momentum Merayakan Capaian dan Menghayati Mimpi Pendidikan Indonesia Hardiknas 2024: Momentum Merayakan Capaian dan Menghayati Mimpi Pendidikan Indonesia
-
BRI Perkuat Kolaborasi Dengan E9pay, Tingkatkan Layanan Finansial Bagi Pekerja Migran Indonesia di Korea Selatan BRI Perkuat Kolaborasi Dengan E9pay, Tingkatkan Layanan Finansial Bagi Pekerja Migran Indonesia di Korea Selatan