merdekanews.co
Kamis, 01 Juni 2023 - 20:43 WIB

Diperlukan Model Pengembangan Kawasan Perbatasan yang Bermuara Pada Kesejahteraan Masyarakat

*** - merdekanews.co
Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Zudan Arif Fakrulloh dan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat. (foto: BNPP)

Kupang, MERDEKANEWS -- Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Zudan Arif Fakrulloh, menjelaskan perlunya kebijakan afirmatif atau kebijakan yang lebih spesifik dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan perbatasan, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Hal itu adalah Zudan dalam Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Gubernur NTT, Kota Kupang, Rabu (31/05). "Kita tahu membangun Indonesia tidak bisa didekati dengan satu kebijakan. Kita harus memiliki kebijakan afirmatif yang nantinya bisa melakukan aksi afirmatif juga," jelasnya.

Zudan ketika membuka FGD tersebut menjelaskan, Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki perbedaan karakteristik wilayah perbatasan satu sama lain, baik dalam dimensi darat maupun laut. 

Untuk itu, sambung Zudan, diperlukan satu model desain yang cocok di dalam pengembangan kawasan perbatasan. Tetapi muara dalam kebijakan tersebut adalah satu tujuan yang sama, yakni kesejahteraan masyarakat perbatasan. 

“Perbatasan di NTT, berkarakter perpaduan antara batas darat dan laut, sangat berbeda dengan di Serasan, Kepulauan Riau. Atau seperti di kawasan perbatasan lain yang berada di Kalimantan Barat (Kalbar), seperti di Badau, Aruk atau Entikong,” terang Zudan. 

Ia menjelaskan, bahwa BNPP memiliki 3 perspektif dalam pengelolaan dan pembangunan kawasan perbatasan di NTT. Yang pertama yakni penjagaan dan pemeliharaan garis batas patok dan pilar dengan Timor Leste, termasuk 2 kawasan enclave yang masuk dalam bagian Indonesia.

Yang kedua, lanjut Zudan, adalah pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Saat ini Pembangunan PLBN telah memagari batas Indonesia dan Timor Leste, mulai dari PLBN Wini, PLBN Motamasin, PLBN Motaain dan PLBN Napan yang sebentar lagi diresmikan. 

“Melalui PLBN, kita harus bangkitkan perbatasan menjadi kawasan pertumbuhan ekonomi. Bagaimana lalu lintas barang dan lalu lintas orang, bisa menjadi pertumbuhan ekonomi dalam satu paket,” tambah Zudan. 

Menurut keterangan Zudan, tahun 2023 dana pembangunan kawasan perbatasan mencapai angka Rp7,7 triliun untuk wilayah perbatasan negara. Anggaran ini didistribusikan oleh 27 lembaga/lembaga (K/L) anggota BNPP yang fokus membangun dan mengembangkan 222 kecamatan Lokasi Prioritas (Lokpri) di 54 kabupaten/kota pada 15 provinsi.

Dalam Rencana Aksi (Renaksi) Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan (PBWN-KP), tercatat Rp740.630.355.000 akan digunakan untuk pengelolaan batas wilayah negara. Selanjutnya, pembangunan dan pengelolaan PLBN akan menggunakan alokasi anggaran sebesar Rp290.459.569.342. 

Alokasi biaya untuk pembangunan kawasan perbatasan negara disiapkan sebesar Rp6.674.670.712.447. Selanjutnya untuk penguatan militer sebesar Rp11.525.332.000. 

“Ini angka yang besar, tetapi tidak dapat memberikan manfaat yang maksimal, jika tidak disesuaikan dengan kebutuhan untuk pengelolaan kawasan perbatasan negara,” ungkap Zudan. 

Gubernur NTT, Viktor Laiskodat dan Ketua Tim Peneliti Otonomi Daerah Pusat Riset Politik, BRIN, Siti Zuhro juga turut memberikan sejumlah rumusan strategi untuk melahirkan kebijakan dalam melakukan pengembangan kawasan perbatasan di NTT. 

Selain itu, FGD dengan tema "Pembangunan Kawasan Perbatasan Negara" juga mendengarkan saran dan masukan dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD), perwakilan Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Provinsi NTT, serta para camat di kawasan perbatasan. 

(*** )