merdekanews.co
Jumat, 09 September 2022 - 20:46 WIB

Pemerhati Hukum Pelototin Hakim Kasus Asabri

Muh - merdekanews.co
Teddy Tjokrosapoetro, terdakwa kasus korupsi PT Asabri

MERDEKANEWS -Komitmen lembaga peradilan terhadap pemberantasan korupsi dipertanyakan dengan adanya pemberian diskon hukuman bagi sejumlah koruptor. 

Selain mantan Gubernur Banten,  Ratu Atut dan eks Jaksa Pinangki Sirna Malasari, Teddy Tjokrosapoetro terdakwa kasus korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dikabarkan akan mendapatkan diskon hukuman dari 12 tahun menjadi 8 tahun. 

Direktur Utama PT Rimo International Lestari itu dihukum 12 tahun penjara oleh  Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Adapun hakim yang menangani kasus korupsi Asabri tersebut, yaitu Dr Prim Haryadi SH, MH, DR Sinintha Yuliansih Sibarani SH MH dan Prof DR Surya Jaya SH Mhum. 

Pemerhati hukum dari Universitas Krisnadawipaya, Suyanto Londrang mengaku, miris jika semua 
narapidana korupsi diberikan dengan mudah keringanan hukuman. Diskon hukuman bagi pelaku koruptor bisa hilangkan efek jera dan menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap Pemerintah.  

Karena itu, ia mendorong KPK dan Komisi Yudisial (KY) memperketat pengawasan terhadap hakim yang menangani kasus korupsi besar.  Salah satunya, kasus korupsi di Asabri. 

“Selama ini banyak hakim yang terlibat dalam pengurangan hukuman bagi napi koruptor. Ditambah adanya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah hakim oleh KPK. Maka itu, pembenahan dan pengawasan terhadap hakim harus dilakukan,” kata Londrang menyikapi parade koruptor mendapatkan diskon hukuman oleh Pemerintah, Jumat (9/9).

Londrang menilai, pemberian remisi terhadap narapidana korupsi tidak tepat. Selain rugikan negara, mereka juga telah merusak kehidupan ekonomi dan demokrasi. 

“Saya perihatin. Diskon hukuman bagi napi koruptor bisa hilangkan efek jera dan kontraprodukti hukum. Sehingga, menurut saya diskon hukuman itu tidak tepat diberikan kepada napi korupsi. Mereka telah nyata merusak kehidupan ekonomi dan demokrasi,” tegas Londrang.

Londrang pun mempertanyakan keputusan Pemerintah memberikan remisi kepada sejumlah napi koruptor. Apakah diskon hukuman yang diberikan sudah sesuai aturan dan itu ditinjau kembali agar tidak mencederai keadilan. 

“Kalau mereka dengan mudah mendapatkan diskon hukuman,  kebijakan ini akan menghilangkan efek jera dalam upaya pemberantasan korupsi yang digaungkan Pemerintah Jokowi," tandasnya.

Diketahui, sejumlah narapidana kasus korupsi rame-rame mendapatkan diskon hukuman dan barengan seperti parade keluar penjara karena mendapat pembebasan bersyarat. Selasa lalu, ada 23 narapidana korupsi yang mendapatkan pembebasan bersyarat yang dikeluarkan Kemenkumham. Rinciannya, empat orang dari Lapas Kelas IIA Tangerang dan 19 orang dari Lapas Kelas I Sukamiskin.

Mereka adalah mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah, mantan Dirut Jasa Marga Desi Aryani, mantan jaksa Pinangki Sirna Malasari, terpidana korupsi impor bawang putih Mirawati Basri, mantan hakim MK Patrialis Akbar, mantan Menteri Agama Suryadharma Ali, mantan Kepala Bappeti Kemendag Syahrul Raja Sampurnajaya, mantan hakim Setyabudi Tejocahyono, mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Sugiharto, mantan Kepala Subdirektorat Kasasi Perdata Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna.

Lalu, terpidana korupsi pengadaan simulator SIM Budi Susanto, mantan Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution, mantan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar, mantan Bupati Subang Ojang Sohandi, mantan Gubernur Jambi Zumi Zola, mantan Wasekjen PAN Andi Taufan Tiro, Arif Budiraharja, mantan Bupati Indramayu Supendi, adik kandung Ratu Atut Tubagus Chaeri Wardana, terpidana kasus korupsi e-KTP Anang Sugiana Sudihardjo, mantan Ketua DPD NasDem Brebes Amir Mirza Hutagalung, Danis Hatmaji, dan Tubagus Cepy Septhiady (Muh)