merdekanews.co
Minggu, 06 Juni 2021 - 07:29 WIB

Ketua Dewan Penasihat MIPI: Etika Jadi Pilar Ketiga Tegaknya Pemerintahan

Yani - merdekanews.co
Ketua Dewan Penasihat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Ryaas Rasyid

Jakarta, MERDEKANEWS -- Ketua Dewan Penasihat Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) Ryaas Rasyid mengatakan, etika pemerintahan penting bagi jalannya sebuah negara.

Alasannya, pedoman pemerintahan tidak hanya berkaitan dengan undang-undang dan konstitusi, tetapi juga menyangkut etika yang dapat menilai salah dan benar sebuah tindakan. Etika sendiri merupakan kesepakatan moral tentang bagaimana menjalani hidup ini dan mengejar tujuan bersama.

Jika tiga hal itu tersedia, barulah sebuah pemerintahan dapat dikatakan memiliki pedoman yang lengkap. “Jadi etika itu pilar ketiga dari tegaknya sebuah pemerintahan,” ujar Ryaas saat Seminar Nasional yang digelar MIPI bertajuk "Quo Vadis Etika Pemerintahan Indonesia?". Kegiatan ini digelar secara luring di Hotel Aryaduta Jakarta, dan daring melalui sambungan virtual, Sabtu (5/6/2021).

Ryaas menjelaskan, negara mesti membangun etika pemerintahan untuk menopang tujuannya, yakni memberikan manfaat bagi masyarakat. Tujuan inilah yang diperjuangkan orang-orang zaman dulu yang ikut berjuang memerdekakan Indonesia. Paling tidak, kata Ryaas, masyarakat dapat memiliki ketenteraman, dan ini menjadi tugas paling awal bagi keberadaan pemerintahan. Etika pemerintahan, lanjut Ryaas, yakni melaksanakan kebijakan sesuai dengan jalur yang benar.

Selain itu, dirinya juga mencontohkan penanganan tindakan korupsi yang berkaitan dengan moral. Menurutnya, korupsi merupakan permasalahan yang berpangkal pada persoalan moral. Karena itu, untuk menghentikannya tak cukup hanya dengan mengandalkan hukum. Sehingga, katanya, mencegah korupsi dapat dilakukan dengan pendidikan moral dan membangun kesadaran berintegritas. Cara ini membuat seseorang terhindar dari perilaku korup, meski seandainya undang-undang terkait korupsi dihapus. “Karena Anda mempunyai moral ethics yang menahan Anda dan mencegah Anda untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan negara dan orang banyak,” ujarnya.

Di sisi lain, kata Ryaas, pemimpin juga harus memiliki otoritas moral yang menjadi contoh teladan bagi orang banyak. Dengan demikian, masyarakat maupun orang banyak bakal malu bertindak menyeleweng karena melihat sosok pemimpinnya. Sehingga, lanjut dia, kekuasaan tidak bisa dikelola tanpa basis moral yang cukup.

(Yani)