merdekanews.co
Rabu, 09 September 2020 - 16:14 WIB

Komisi II Kaji Wacana Sanksi Diskualifikasi Paslon Pilkada Pelanggar Protokol Kesehatan

SY - merdekanews.co
Saan Mustopa

Jakarta, MERDEKANEWS – Komisi II DPR RI tengah mempertimbangkan wacana penundaan pelantikan bagi pasangan calon (paslon) pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.

 

Hal tersebut Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa kepada para awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (9/9/2020).

 

“Nanti kita coba kaji dan bicarakan di Komisi II. Dasar untuk membayar pelantikan terutama bagi mereka yang terpilih melanggar protokol Covid. Nanti kita lihat jenis yang mereka lakukan, ”kata Saan.

 

Saan ketaatan, ketepatan waktu diakumulasi dan memang layak, pastinya aka disepakati bersama oleh Komisi II DPR RI.

 

“Kalau tidak nanti akan ada masa jabatan habis akan ada pejabat sementara sudah ada yang terpilih ini juga akan menimbulkan ketidakpastian di daerah,” jelasnya.

 

Sebenarnya, ungkap Saan, pihaknya ingin membicarakan dengan Kemendagri, KPU, dan Bawaslu terkait jenis-jenis sanksi bagi paslon yang memang melanggar protokol kesehatan Covid-19.

 

“Karena kita belajar dari pengalaman tahapan pendaftaran yang 3 hari itu di dalam KPU tertib sesuai prosedur penanganan Covid, tapi yang mengantarnya itu tidak terkendali,” jelas politisi Partai NasDem ini.

 

Saan menjelaskan, ada 2 hal yang menyebabkan tidak terkendalinya massa dalam kampanye Pilkada.

 

“Pertama ada spontanitas karena memang dukungan dari pendukung, kedua memang itu bagian dari rencana dari paslon sebagai sebuah bentuk untuk menunjukkan kepada publik, mereka punya dukungan, nah ini yang kita kaji,” urainya.

 

Kalau bentuknya spontanitas, lanjut Saan, perencanaannya tidak direncanakan. Hal itu nanti bisa dilihat apa yang dapat dilakukan terhadap paslon

 

“Tapi kalau benar-benar paslon merencanakan dia berangkat KPU diantarkan oleh sekian banyak orang tindakannya harus tegas juga,” ingatnya.

 

Mengenai sanksi yang akan dilepas terhadap para paslon yang melanggar protokol kesehatan, Saan mengatakan, Mendagri sudah banyak memberikan kesan tertulis.

 

“Kita mulai dari peringatan peringatan peringatan keras, bahkan mungkin kalau perlu kalau dia sudah peringatan peringatan ternyata juga tidak mematuhi protokol Covid bisa saja dilakukan diskualifikasi,” mantan politisi Partai Demokrat ini.

 

Saan dari, terkait dengan PKPU Komisi II telah memberikan syarat Pilkada dapat dilakukan pada Desember 2020 mendatang asalkan ada yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.

 

“Karena kita tidak mau pilkada menjadi klaster baru. Klaster baru yang paling penting kita ingin memastikan di dalam pilkada di tengah pandemi itu keselamatan dan kesehatan masyarakat penyelenggara dan juga pemilih itu terjaga bahwa mereka pasti kesehatan dan keselamatannya terjaga, ”paparnya

 

Saan berpendapat, tidak semua calon kepala daerah (cakada) yang diketahui positif tidak patuh terhadap protokol kesehatan.

 

“Kan kalau misalnya, kepala daerah yang positif ketika dia mendaftar bisa jadi karena dia sebelumnya dan tidak terkait dengan tahapan pilkada,” ucapnya.

 

Menurut Saan, akan lebih baik jika tes Swab dilakukan sebelum datang ke KPU.

 

“Hal itu untuk makan tidak memaparkan ke tempat yang lain. Ini menurut saya bisa jadi dia tidak relevan dengan tahapan pilkada sebelumnya, ”tukas Ketua DPD NasDem Jabar ini.

 

Saan berkata, tunggu penundaan pelantikan tersebut memberikan jawaban jalannya pemerintahan daerah, karena sudah ada calon terpilih, masa jabatannya habis tinggal dilantik saja.

 

“Meskipun mau diberikan sanksi sebelum mereka terpilih,” sarannya.

 

Saan menghimbau, Mendagri juga harus mengantisipasi sebelum para paslon terpilih.

 

“Harus sudah diperingatkan. Jangan sudah ditetapkan baru sanksi sanksi, ”imbuhnya.

 

Saan juga mengungkapkan, tidak tertutup kemungkinan akan dilakukan diskualifikasi bagi para paslon yang tetap melakukan berulang kali.

 

“Ketika dalam prosesnya saja. Jadi kalau misalnya didiskualifikasi sudah terpilih nanti ada masalah baru lagi. Jadi ini yang nanti akan dibicarakan. Opsi-opsi sanksi itu akan kita bicarakan.

 

Saan melihat ada 3 tahapan yang tidak pernah terjadi dalam protokol kesehatan.

 

“Yaitu pada saat pengundian nomor urut. Pengundian nomor urut kan biasanya paslon membawa massa kan? Yang kedua kampanye, yang ketiga pada saat pemungutan suaranya, ”sebutnya.

 

Saan penilaian, tiga tahapan yang ada dalam protokol protokol kesehatan ini harus diwaspadai dan diantisipasi untuk membicarakan langkah-langkahnya tidak terulang lagi.

 

“Bisa juga nanti kan hasil evaluasi, kita bisa saja misalnya untuk di ruang terbuka dihilangkan sama sekali, karena di ruang terbuka kita tidak dapat mengantisipasinya mereka datang dari mana saja,” pungkas pembuat undang-undang asal Dapil Jabar VII itu.  (SY)