Jakarta, MERDEKANEWS -- Demokrasi di Indonesia semakin merosot. Tanda-tanda kemunduran demokrasi sudah berlangsung sejak 2016 dan makin parah pada 2019 sampai sekarang. Pelumpuhan KPK, hilangnya oposisi, hingga kerap munculnya ancaman dan intimidasi terhadap penggiat masyarakat sipil menjadi sederet indikasi kemunduran demokrasi.
Hal tersebut menjadi kesimpulan dalam diskusi virtual yang digelar Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) kemarin (1/6). ”Indikator penting dari kemunduran demokrasi ialah tergerusnya kebebasan sipil dan kebebasan akademik,” kata Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto.
Pernyataan itu adalah kritik atas dugaan teror pada diskusi yang diselenggarakan Universitas Gajah Mada (UGM) dengan topik pemberhentian presiden berujung pembatalan. Insiden tersebut menunjukkan gejala otoritarianisme yang kembali muncul.
”Kita menyesalkan munculnya sifat otoriter yang pernah terjadi di masa Orba,” ujarnya.
Disampaikan, intimidasi itu adalah bentuk terancamnya kebebasan akademik hari-hari ini. Wijayanto menduga teror siber yang mengancam kebebasan akademik masih akan terus berlanjut. Baik dalam bentuk teror melalui telepon maupun penyadapan dan peretasan perangkat gadget.
Wijayanto lantas mengutip data The Economist Intelligence Unit yang pada 2019 menempatkan skor kebebasan sipil Indonesia sebagai salah satu yang terburuk di zona ASEAN. Nilainya 5,63. Capaian kebebasan sipil tersebut lebih rendah daripada Filipina (7,06), Malaysia (5,88), Thailand (6,47), dan Singapura (7,06).
”Jika intimidasi terus terjadi, skornya akan lebih buruk lagi. Ini jelas ancaman bagi kehidupan demokrasi kita,” imbuh dosen Fisip Universitas Diponegoro (Undip) itu.
Dosen Fakultas Hukum UGM Oce Madril menyayangkan teror terhadap penyelenggara diskusi tersebut. Dia menyatakan, tindakan intimidasi dan menakut-nakuti adalah perbuatan kriminal. Pihaknya mendukung aparat penegak hukum mengungkap para pelaku. ”Masyarakat harus memahami bahwa kebebasan berpendapat dijamin konstitusi,” tegasnya.
-
LP3ES: Terpilih Secara Demokratis, Politisi Sipil Justru Rusak Demokrasi Ada yang menarik dari temuan LP3ESĀ soal politisi sipil. Ternyata, demokrasi justru dirusak oleh politisi sipil yang terpilih secara demokratis dalam ajang pemilu.
-
LP3ES: Perlu Kerjasama Hulu Hilir DAS Atasi Banjir Jakarta Pendekatan dan Strategi pengendalian banjir Jakarta masih didominasi dengan penanganan secara Struktural, Skala Mikro, Reaktif, dan Simptomatic.
-
Melawan Oligarki yang Membajak Demokrasi Kita Hari ini: Tugas Kesejarahan LP3ES Ada orasi menarik dari intelektual Fachry Ali dalam Refleksi HUT ke-49 LP3ES. Ia memulai orasinya dengan satu pertanyaan: siapakah tokoh-tokoh yang menghidupi, atau konstituen, LP3ES?
-
Gus Dur, Ismid Hadad dan LP3ES Sudah banyak saya mendengar kisah bahwa mantan Presiden Abdurrahman Wahid pernah aktif di LP3ES. Kisah ini banyak saya dengar dari para senior seperti Profesor Didik J. Rachbini dan Bang Fachry Ali.
-
Sekolah Demokrasi LP3ES Sebarkan Semangat Demokrasi ke Penjuru Daerah Indonesia Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) terus menebarkan spirit demokrasi di Indonesia dengan menyelenggarakan Sekolah Demokrasi (Sekdem) yang kedua kalinya.