merdekanews.co
Senin, 11 Mei 2020 - 20:55 WIB

Oleh : Jerry Massie (Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies)

Bahaya! Food Crisis Ancam Indonesia

*** - merdekanews.co
Jerry Massie (Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies)

Memang saat ini krisis pangan sudah di depan mata. Pertama kita masih bergantung pada permintaan impor  2 juta ton beras. 

Nah, dengan pemberlakuan PSBB lantaran Covid-19 otomatis lahan pertanian terbengkalai. Dan saat ini tersisa 7,1 juta hektar atau setiap tahun menyusut.

Ini terbukti saat ini Indonesia mengalami defisiit beras yang terdapat di 7 provinsi bahkan 11 provinsi defisit Jagung.
Memang Kementan mengupayakan produksi beras 6,4 juta ton tpi kondisi pandemi corona ini mustahil ini terwujud.

Ada indikator mengukur stok pangan salah satunya Kemampuan jangka waktu stok pangan. Oleh karena itu, metode measurable and achiavable (pengukuran dan pencapaian) perlu diterapkan agar kita bisa mengetahui jumlah produksi, stok dan komsumsi.

Salah satu Riau yang mengalami defisit beras dan pemerintah menganjurkan warga beralih ke sagu.

Memang jumlah lahan tidur kita cukup banyak, bahkan lahan pertanian sudah beralih fungsi ke perumahan. Faktor lain petani beralih pekerjaan ke Ojol (ojek online). Bayanglan munurut laporan Garda jumlah ojol di Indonesia ada 4 juta orang.

Penurunan produksi beras terus terjadi pada 2018 di Jawa Tengah produksinya mencapai 10,4 juta ton pada 2018 dan turun menjadi 9,6 juta ton pada 2019. Jatim 10,2 pada 2018 turun 9,5 juta ton pada 2019 serta di provinsi lainnya.

Hal ini menjadi acuan terkait food crisis is coming (krisis pangan akan datang) sudah di depan mata.

 
Setidaknya, pemerintah secepatnya melakukan terobosan di sektor pertanian dengan kebiasaan konsumsi beras dikurangi dan diganti dengan sagu dan jagung bahkan umbi-umbian.

Sejauh ini, jumlah supply kita agak berkurang dan demand terus bertambah khususnya konsumsi beras. Lahan berkurang produksi dari tahun ke tahun terus menurun ini bahaya jika skala prioritas pembangunan proyek, perumahan sedangkan pangan terus menyusut.

Satu kelemahan yang mana, pemerintahan Jokowi saat ini tak menitik-beratkan di sektor pertanian padahal kita negara maritim dan pertanian. Kita sibuk urus mega proyek. Bisa ke arah kelaparan. Bibit kita dan pupuk tidak mendukung . Belajar ke Vietnam dengan menerapkan sistem sawah ekologis. Dimana 7800 petani di  Vietnam diberikan bibit. Bayangkan kampanye dan papan iklan pertanian membuat negara ini menjadi negara kedua terbesar di dunia pengekspor beras setelah India.

Saat ini untuk mempertahankan pangan maka otomatis  program pemerintah seyogianya fokus ke pertanian.

Belajar ke gaya presiden kedua Indonesia mendiang Soeharto pada 1984  Indonesia berhasil mencapai swasembada beras dengan menghasilkan 27 juta ton produksi beras kita. Pada 2019 alu produksi beras kita turun 2,63 juta ton dari produksi 31,31 juta ton.

Jika pemerintah lengah maka bahaya kelaparan mengancam Indonesia seperti diramalkan lembaga pangan dunia FAO.

Langkah antisipasi perlu dilakukan pemerintah dengan menghentikan konversi dari pertanian ke perumahan. Petani perlu dibantu pupuk dan bibit unggul. Irigasi juga perlu diperhatikan. 
Jangan terlalu banyak menggunakan pestisida ini kurang optimal.

Anggaran pertanian perlu ditambah persoalannya pertanian banya Rp32,58 triliun masih kalah dengan pendidikan 25 persen Kesehatan 10 persen bahkan PU-PUR dan Dana Desa dari APBN Rp 2.613,8 triliun.
Paling tidak sektor pertanian di atas Rp50 triliun. (***)