merdekanews.co
Selasa, 07 Januari 2020 - 11:05 WIB

GAM Ingin Bertemu Suhendra, Ada Apa?

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Suhendra Hadikuntono (Kanan) dan Wali Nanggroe Aceh Tengku Malik Mahmud Al Haytar . (Istimewa.

Jakarta, MERDEKANEWS – Para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Komite Peralihan Aceh (KPA). tiba-tiba mengundang Suhendra Hadikuntono hadir di Aceh, Jumat (10/1/2020) mendatang. Waduh, apa yang gawat?

Pengamat intelijen senior itu pun menyatakan siap hadir. “Ini kehormatan. Tak ada alasan bagi saya untuk tidak hadir,” ujar Suhendra di Jakarta, Senin (6/1/2020).

Terkait hal apa dirinya diundang, Suhendra mengaku baru akan cerita setelah memenuhi undangan tersebut. Yang pasti, undangan itu terjadi setelah keberhasilannya meredam gejolak politik dan keamanan di Aceh, pasca-pemanggilan mantan Panglima GAM Muzakir Manaf oleh Komnas HAM, beberapa waktu lalu. “Mungkin mereka akan mengajak diskusi lebih lanjut,” tuturnya.

Diskusi soal apa? Suhendra bungkam. Namun rumor yang berkembang, diskusi yang akan dihadiri mantan Panglima GAM Muzakir Manaf, 17 mantan Panglima Sagoe/Wilayah GAM, dan 23 Ketua KPA se-Aceh itu, terkait rencana GAM melaporkan Pemerintah RI ke Uni Eropa (UE) selaku pemantau Memorandum of Understanding (MoU) Pemerintah RI dengan GAM yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005.

Senin (23/12/2019) lalu, ratusan mantan kombatan GAM dan KPA se-Aceh menggelar silaturahmi akbar. Acara diselenggarakan di kompleks makam pendiri GAM, Teungku Hasan Muhammad di Tiro, di Aceh Besar. Silaturahmi juga diwarnai pengibaran Bendera Bintang Bulan. Tampak hadir mantan Panglima GAM Muzakir Manaf, Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haytar, dan sejumlah tokoh lainnya.

Pertemuan itu juga melahirkan pernyataan sikap tentang pelaksanaan MoU Helsinki, 15 Agustus 2005, yang ditujukan kepada pemerintah pusat. Isinya, pertama, pemerintah pusat supaya merealisasikan semua ketentuan yang termuat dalam perjanjian damai MoU Helsinki, dan harus menjadi dasar hukum dalam tata kelola Pemerintahan Rakyat Aceh, sesuai dengan kesepakatan bersama antara Pemerintah RI dan GAM.

Kedua, eksekutif dan legislatif Aceh, sesegera mungkin merumuskan kembali ketentuan hukum bagi Aceh berdasarkan prinsip-prinsip universal hak asasi manusia sebagaimana tercantum dalam Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sesuai poin MoU Helsinki 1, 4, 2.

Ketiga, pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh agar segera memberikan perhatian penuh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Aceh, mengikuti Perjanjian Damai yang telah disepakati antara Pemerintah RI dan GAM, yang berjuang dan mengikhlaskan diri untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat Aceh seluruhnya.
    
    
    

  (Setyaki Purnomo)