merdekanews.co
Senin, 15 Juli 2019 - 11:45 WIB

Koalisi Ormas Sipil Minta Rakyat Dilibatkan Dalam RUU Pertanahan

MUH - merdekanews.co
Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.

MERDEKANEWS -Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil yang terdiri atas 43 organisasi dan NGO mendesak agar Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang tengah dibahas di DPR untuk ditunda pengesahan sebagai UU. 

Alasannya, proses perumusan RUU oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Pertanahan Komisi II DPR yang tidak terbuka. Demikian dikatakan Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Dewi Kartika dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/7).

Dalam pandangan koalisi, RUU Pertanahan yang ada saat ini belumlah layak untuk disahkan oleh DPR. Koalisi meminta kepada Panja Pertanahan Komisi II termasuk fraksi-fraksi, partai politik, dan pemerintah agar dalam proses perumusan dan pembahasan RUU Pertanahan ke depan harus melibatkan secara aktif koalisi organisasi masyarakat sipil. 

"Masyarakat selama ini menjadi korban konflik agraria dan perampasan tanah, para pakar, akademisi yang kompeten serta kredibel di bidang pertanahan dan seluruh sektor terkait sarankan RUU tersebut ditunda,” kata Dewi.

Koalisi menyebutkan bahwa Undang-Undang 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960) bertujuan menghapus UU Agraria Kolonial Belanda dan memastikan agar bumi, tanah, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diatur oleh negara sebagai kekuasaan tertinggi rakyat.

Sehingga, kata Dewi penguasaannya, pemilikannya, penggunaannya, dan pemeliharaannya ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Karena itu, penggunaan tanah yang melampaui batas dan monopoli swasta tidak diperkenankan. 

“Pancasila sebagai Keadilan sosial, kesejahteraan manusianya, dan keberlanjutan sumber-sumber agraria menjadi prinsip utama,” ujarnya.

Ia menyadari, bahwa UUPA 1960 baru memuat aturan pokok sehingga diperlukan UU dan regulasi turunan lebih lanjut sebagaimana diamanatkan UUPA. Perkembangan jaman terkait agraria berikut kebutuhan dan permasalahan yang timbul sehingga UU yang bersifat khusus (lex specialis) perlu disusun.

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil, lanjutnya, mengapresiasi kedudukan dan posisi RUU Pertanahan terhadap UU PA 1960 adalah bersifat melengkapi dan menyempurnakan hal-hal penting yang belum diatur dalam UU PA 1960. Dengan begitu, maka prinsip-prinsip mendasar dan spirit UU PA 1960 hendaknya secara konsisten menjadi pijakan dalam merumuskan isi RUU Pertanahan.

“Begitu pula dengan TAP MPR IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaam Sumber Daya Alam, penting menjadi acuan mengingat masalah sektoralisme peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih dan saling kontradiktif telah kita sadari bersama,” ungkap anggota koalisi lainnya, Rukka Sombolonggi.

Ia melihat substansi RUU Pertanahan saat ini semakin jauh dari prinsip-prinsip keadilan agraria dan keadilan ekologis bagi keberlansungan hajat hidup rakyat Indonesia.
  (MUH)






  • RUU Pertanahan Bertentangan dengan Keinginan Jokowi RUU Pertanahan Bertentangan dengan Keinginan Jokowi Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanahan yang tengah dibahas, jika diteliti secara mendalam, ternyata bertentangan dengan keinginan Presiden Jokowi untuk menarik investasi besar-besaran guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi.