JAKARTA, MERDEKANEWS - Hanifa Husein, Presidium Majelis Nasional Forhati (Forum Alumni HMI-Wati), mengingatkan, perlunya kebersamaan masyarakat muslimah dan organisasi perempuan Islam, khususnya dalam menyikapi pembahasan RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Seksual).
Kata dia, seluruh kalangan sepakat bahwa penegakan hukum terhadap kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak. Dikhawatirkan, kebebasan seksual dan perilaku seksual menyimpang marak apabila RUU PKS disahkan dan diberlakukan. "Terutama, karena perangkat hukum yang ada belum memberikan efek jera kepada pelaku kekerasan seksual," paparnya di Jakarta, Selasa (2/4/2019).
Secara akademis, RUU PKS bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar dari segala hukum atau sumber hukum yang ada di Indonesia. Dalam hal ini, lanjutnya, FORHATI menegaskan, pertama, hubungan seksual hanya berlaku bagi laki-laki dengan perempuan dalam ikatan pernikahan yang sesuai dengan ketentuan agama (syariah) dan undang-undang negara yang berlaku.
Kedua, segala bentuk hubungan seksual di luar ikatan pernikahan dan hubungan seksual menyimpang (lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender), bertentangan dengan hakekat kemanusiaan dan merendahkan eksistensi manusia sebagai sebaik-baik makhluk (ahsanittaqwim) menjadi hanya khayawan an nathiiq (hewan yang berakal).
Ketiga, hal paling utama dalam memerangi kejahatan seksual harus dengan cara-cara yang sistemik, strategis, dan berdampak luas, yaitu memberikan prioritas pada peningkatan kualitas manusia sebagai subyek kehidupan dengan percepatan peningkatan kualitas kesehatan, kualitas pendidikan, dan kemampuan ekonomi, sebagai bagian integral dari upaya meningkatkan ketahanan keluarga.
Keempat, pengaturan berbagai hal terkait dengan hubungan seksual dalam ikatan pernikahan dan manusiawi dalam bentuk perundang-undangan harus dilakukan secara komprehensif, mengakomodasi seluruh pandangan dan sikap masyarakat yang kelak akan menjadi obyek UU dan visioner-jauh ke masa depan, tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sudah berlaku, dan tidak hanya untuk hanya memenuhi kehendak dan aspirasi sekelompok masyarakat, serta sekadar mengikuti perkembangan dinamika global.
Kelima, setiap UU yang disahkan dan diundangkan harus mempertimbangkan dampak kemanfaatannya bagi masyarakat luas dan harus terasakan manfaatnya secara langsung oleh seluruh lapisan masyarakat, disertai dengan penegakan hukum yang adil, tegas, nyata, dan bertanggungjawab.
Ketegasan sikap Presidium Majelis Nasional Forhati, merupakan respon aktif terhadap RUU PKS sejalan dengan berbagai hasil diskusi dan kajian yang dilakukan oleh Forhati sebagai bagian tak terpisahkan dari ikhtiar memanifestasikan prinsip insan cita, dalam mewujudkan tanggungjawab sosial di tengah masyarakat," paparnya. (Setyaki Purnomo)
-
Surat ke Jokowi Bocor di Medsos, Surat Ketua DPRD Aneh, HMI Minta DPRD Sulbar Tegakkan Prinsip Kolektif Kolegial Harusnya ketua DPRD lebih objektif dan profesional dalam memberikan kritikan. Jika memang ingin memberikan kritikan
-
Menko Airlangga: Peran Aktif dan Kontribusi KAHMI Dinantikan untuk Akselerasi RI Jadi Negara Berpenghasilan Tinggi Saat ini kita diĀ upper middle income country. Di tahun 2024 ini, pendapatan per kapita kita diperkirakan tembus USD5.300 s.d. USD5.400. Pada Indonesia Emas kita ingin mencapai USD30.300
-
Humas Polda Jambi Gelar Silaturahmi dengan Awak Media Polda Jambi juga memfasilitasi wartawan liputan Polda Jambi dengan menyediakan media center, tempat berkumpul dan berbagi informasi pemberitaan
-
BPH Migas Berharap Sektor Hilir Migas Siap Hadapi Periode Ramadhan dan Idul Fitri badan usaha sektor hilir migas bersiap menghadapi periode Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2024
-
KemenPPPA: Perempuan Korban Kekerasan Harus Berani Melapor Data ini menunjukkan hanya 0,1 persen perempuan yang berani melaporkan kekerasan yang dialaminya