merdekanews.co
Selasa, 27 November 2018 - 07:28 WIB

Ditanya Temuan KPK Soal Korupsi B20, Ada Apa Dirut Pertamina Mendadak Diam?

Setyaki Purnomo - merdekanews.co
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati

Jakarta, MERDEKANEWS - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati, mengaku belum mendengar adanya dari KPK tentang dugaan korupsi program mandatory biodiesel 20% atau B20.

Saat ditanya soal itu, Nicke menjawab begini. “Kurang tahu ya,” kata dia di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (26/11/2018). Naga-naganya, Nicke enggan bicara lebih jauh mengenai hasil kajian yang dilakukan lembaga anti rasuah itu.

Adanya potensi korupsi dalam program B20 terungkap pada kajian transformatif impor BBM yang disusun oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK.

Adapun studi dilakukan mulai November 2017-Februari 2018. Group Head Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK, Dedi Hartono, mengatakan pemicu terjadinya korupsi adalah kewajiban melampirkan kontrak FAME bagi badan usaha yang ingin melakukan impor solar. “Dengan pendekatan Corruption Impact Assesment (CIA), di situ terindikasi kalau kontrak FAME tersebut bisa jadi celah korupsi,” kata Dedi di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Awal kecurigaan KPK yakni kapasitas FAME yang tidak sebanding dengan produksinya. Pada 2017, kapasitas terpasang 12,05 juta kilo liter (KL), tapi yang sudah berkontrak dengan badan usaha BBM hanya 2,5 juta KL.

Kemudian, Kementerian ESDM tidak memiliki tim untuk mengecek ke lapangan kontrak-kontrak FAME. Jadi, ini membuat celah bahwa kontrak-kontrak yang diajukan sebagai syarat untuk impor itu hanya fiktif alias di atas kertas. Dari hasil wawancara dengan lima badan usaha BBM, KPK menemukan kebenaran adanya kontrak FAME yang hanya di atas kertas. Namun, Dedi tidak mau merinci nama-nama perusahaan tersebut.

Adapun menurut Dedi, penyebab serapan B20 tidak optimal, karena masih ada pengecualian dari sejumlah sektor. Di antaranya PT Freeport Indonesia dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) karena alasan teknis. Dengan pengecualian terhadap sejumlah sektor itu, KPK merekomendasikan Direktorat Jenderal EBTKE agar melakukan revisi kebijakan implementasi FAME 20% dengan melakukan kajian kesiapan industri hilir.

 

 

  (Setyaki Purnomo)