merdekanews.co
Jumat, 24 Maret 2023 - 16:03 WIB

Thrifthing Dilarang, UMKM Tekstil Perlu Didorong Agar Kompetitif

Hadi Siswo - merdekanews.co
Fuidy Luckman, Ketua departemen SDA Hayati PKB

Jakarta, MERDEKANEWS -- Presiden Jokowi baru-baru ini menegaskan kembali larangan impor baju bekas (barang bekas). Ini momentum bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan kapasitas agar semakin kompetitif.
 
“Pemerintah telah memberikan proteksi kepada pelaku UMKM dengan melarang impor pakaian bekas. Di sisi lain, pelaku UMKM harus meningkatkan kualitas diri sehingga semakin kompetitif,” ujar Fuidy Luckman, Ketua Departemen SDA Hayati PKB, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (24/3).
 
Pelarangan impor baju bekas sebenarnya bukan hal baru. Larangan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 40 Tahun 2022 tentang perubahan Permendag No 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor.
 
Pada pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa barang yang dilarang impor, antara lain kantong bekas, bekas karung, dan bekas pakaian. Barang-barang bekas itu dilarang diimpor karena berdampak buruk bagi ekonomi domestik, terutama UMKM serta buruk bagi kesehatan penggunanya.
 
“Jadi sebaiknya fokus para pelaku UMKM dan seluruh stakeholder adalah bagaimana agar UMKM Indonesia bisa semakin kompetitif, bisa naik kelas, sehingga bisa bersaing dengan produk UMKM dari negara lain,” saran Fuidy.
 
Menurut Fuidy, yang lebih penting dari memproteksi UMKM adalah bagaimana meningkatkan kapasitas pelaku UMKM, sehingga produk yang dihasilkan bisa diserap pasar secara lebih luas.
 
“Ada beberapa produk unggulan UMKM Indonesia yang berhasil go internasional, seperti produk kerajinan tangan, makanan, dan minuman,” ungkap Fuidy.
 
Menurut Fuidy, ada dua cara untuk memperluas jangkauan pasar produk-produk UMKM Indonesia. Pertama, dengan melakukan ekspor. “Alih-alih impor baju bekas, alangkah bagusnya kita justru yang bisa ekspor baju buatan UMKM Indonesia,” ujarnya.
 
Fuidy mengungkapkan, produk tekstil dan turunannya dari UMKM Indonesia sejatinya bisa bersaing dengan produk negara lain. Terbukti sudah ada beberapa produk UMKM Indonesia yang masuk pasar ekspor.
 
Fuidy meyakini kemampuan UMKM Indonesia karena sering berkomunikasi dengan para pelaku UMKM, seperti pelaku UMKM yang merupakan para perantau dari Kalimantan Barat. Mereka tersebar di pusat-pusat perdagangan tekstil seperti di Tanah Abang, Pasar Pagi Mangga Dua, dan Pasar Jatinegara.
 
“Mereka pedagang tekstil dan produk tekstil yang ulet. Mereka merantau dari Kalbar dan sekarang banyak yang sukses di Jakarta,” ungkap Fuidy.
 
Selain produk tekstil, Fuidy, banyak juga pelaku UMKM konveksi dan sablon yang juga berasal dari Kalbar. Mereka membangun usahanya di sekitar Jembatan Besi, Jembatan Lima, dan Tambora.   
 
Kedua, lanjut dia, dengan memanfaatkan perkembangan teknologi digital, yakni dengan maraknya perdagangan elektronik atau electronic commerce (e-commerce).
 
“Telah banyak pelaku UMKM yang berhasil menjual produk-produknya melalui e-commerce, seperti Shopee, Lazada, Tokopedia, dan lain-lain. Dan, pasarnya tak hanya nasional, tapi juga internasional,” urainya.
 
Namun, lanjut dia, semua pelaku UMKM memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjalankan dua cara memperluas pasar tersebut. Untuk itu, pemerintah, regulator, dan seluruh pemangku kepentingan UMKM di negeri ini untuk membantu mereka.
 
“Tak pernah bosan saya menyarankan perlunya pendampingan dan pemberdayaan pelaku UMKM, selain bantuan akses pembiayaan ke bank dan proteksi,” tutupnya. (*)

(Hadi Siswo)