merdekanews.co
Kamis, 08 Februari 2018 - 01:06 WIB

Geregetan Sengketa Tanah Masih Ramai, Jokowi Ulangi Sentil Bos BPN

setyaki purnomo - merdekanews.co

Dharmasraya, MERDEKANEWS - Saat membagikan 4 ribu sertifikat tanah di 11 kabupaten di Sumatera Barat, Presiden Joko Widodo mengingatkan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil tentang maraknya sengketa tanah.

Saat pembagian 4 ribu sertifikat lahan, Jokowi kembali mengingatkan Menteri Sofyan Djalil akan pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. "Sampai hari ini masih ada 700 ribu-an (hektar lahan) yang sudah disertifikasi. BPN masih utang kepada rakyat Sumbar. Saya ingatkan, 2023 harus rampung," tegas Jokowi.

Jokowi kembali mengulang pengalaman ketika berkunjung ke daerah. Di mana, masyarakat daerah selalu mengeluhkan soal rumitnya pengurusan sertifikat lahan. Padahal, sertifikat lahan sangat penting. Selain untuk akses perbankan, sertifikat meminimalisir sengketa lahan yang masih marak di daerah. "Baik (sengketa) sesama warga, warga dengan perusahaan, bahkan warga dengan pemerintah," kata Jokowi.

Pernyataan Presiden Jokowi, sangat tepat. Salah satu contoh yang mengemuka adalah sengketa lahan di Kecamatan Sematang Borang, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Di mana, warga kelurahan sidomulyo dan Srimulyo harus berhadapan dengan pengusaha kakap asal Palembang, H Halim.

Ceritanya, H Halim, pengusaha perkebunan kelapa sawit dan karet mengklaim lahan seluas 405 hektar yang dihuni 8 ribu kepala keluarga di dua kelurahan tersebut. Kemarahan warga memuncak pada 16 September 2017, muncul aksi unjuk rasa yang diwarnai penutupan jalan.

Kala itu, ratusan warga mengusir petugas BPN yang akan mengukur tanah sengketa yang diklaim milik H Halim. Aparat kepolisian bahkan tidak digubris, akhirnya pengukuran dibatalkan.

Pada Agustus 2016, masalah ini sudah pernah disampaikan warga ke DPRD Kota Palembang. Kala itu, Erwin Madjid, Ketua Gerakan Masrakat Sumatera Selatan (Gemass) yang mendampingi warga melapor ke DPRD.

Erwin menyebut H Halim sudah mencaplok tanah milik warga. Padahal, tanah tersebut sudah dimiliki warga sejak zaman nenek moyang mereka. “Dasar warga atas tanah tersebut adalah Surat Camat, Notaris, bahkan warga sudah ada yang memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dari Badan Pertanahan Nasional,” kata Erwin.

Masih kata Erwin, masyarakat kesulitan ketika akan mengurus sertifikat lahan di kantor BPN. Kondisi inilah yang melahirkan persepsi negatif. Bahwa ada upaya mempersulit rakyat kecil. (setyaki purnomo)