merdekanews.co
Senin, 30 Oktober 2017 - 17:45 WIB

Resmikan SPBU Asing, Menteri Jonan Banjir Hujatan

setyaki purnomo - merdekanews.co
Menteri ESDM Ignatius Jonan

Jakarta, MerdekaNews - Gegara hadir dalam peresmian Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Vivo di Cilangkap, Jakarta, beberapa waktu lalu, Menteri ESDM Ignatius Jonan dibanjiri kecaman. Sang menteri dinilai lebih mencerminkan marketing asing, ketimbang pejabat yang pro rakyat dan BUMN.

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng mengecam keras tindakan Jonan yang meresmikan operasional perusahaan SPBU asing di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Apalagi, kata Salamuddin, peresmian SPBU asing di kawasan Cilangkap, Jakarta Selatab itu, dihadiri sejumlah pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Terkesan kuat, kehadiran Jonan di pembukaan SPBU milik PT Vivo Energy Indonesia, industri BM asal Belanda ini, merupakan bagian dari Program Marketing (PO).

“Acara seperti itu itu cukup dilakukan event organizer. Sangat tidak pantas seorang menteri melakukannya. Ini adalah skandal, karena melanggar konstitusi, UU, etika pasar, dan moral politik. Ini adalah pengkhianatan kepada rakyat,” kecam Salamuddin di Jakarta, Minggu (29/10/2017).

Penilaian ini, kata Salamuddin, bukan berarti anti investasi asing. Hanya saja, pemerintah tidak perlu tampil over di depan publik dengan terlibat langsung dalam acara peresmian SPBU.

Selain merendahkan institusi negara, kata Salamuddin, tindakan Jonan menunjukkan keberpihakan kepada asing. Keberpihakan tersebut, jelas-jelas merupakan ironi. Sebab, secara etika, pemerintah memiliki BUMN yang juga bergerak di bidang migas, yaitu Pertamina.

"Dalam hal ini, harusnya yang dilakukan pemerintah adalah upaya untuk membesarkan BUMN tersebut, menyelamatkan, dan berupaya agar BUMN tersebut berbuat secara optimal untuk memajukan masyarakat," paparnya.

Jangan lupa, lanjut Salamuddin, keberadaan BUMN tersebut merupakan amanah UUD 1945, dalam hal mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Harusnya amanah konstitusi itu dijalankan pemerintah. Bukan malah menghadirkan perusahaan asing untuk menjadi kompetitornya dan bahkan meresmikan.

Apalagi, lanjutnya, hal ini dilakukan ketika pada saat bersamaan, Pemerintah justru memaksa Pertamina untuk melaksanakan program BBM satu harga yang sangat memberatkan BUMN itu. “Apa-apaan ini? Tidak pernah hal seperti itu terjadi di belahan dunia manapun,” tegas Salamuddin.

Sementara, Ketua  Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi berpendapat, harusnya pendatang baru di industri ritel migas mengikuti aturan di Indonesia. Termasuk di antaranya, kewajiban membangun infrastruktur di daerah terpencil atau membangun depot.

Menurut Eri, Kementerian ESDM memang mewajibkan bahwa dalam waktu tiga tahun, pemegang izin niaga umum harus membangun depot. Sayangnya, selama ini, ritel asing yang sudah beroperasipun tidak pernah membangun depot. “Mereka cuma jualan doang, enggak ada nilai tambah untuk RI. Saya enggak benci perusahaan asing, tapi harus ada sesuatu untuk republik ini, yakni investasi untuk infrastruktur," katanya.

Sementara, pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menegaskan, pemerintah harus lebih fair dalam melakukan pengaturan di sektor migas. Dengan dibukanya keran di bisnis hilir sektor migas, seharusnya pemerintah menerapkan persyaratan yang sama bagi semua pihak. “Seharusnya investor diberikan izin untuk membangun SPBU di wilayah yang belum mature ekonominya. Setelah itu, baru diberikan izin membangun di lokasi yang maju,” kata Pri Agung.

Dikatakan, selain itu harus diwajibkan membangun infrastruktur lainnya, seperti depo dan tempat penyimpanannya. Jika ini tidak dapat dipenuhi, maka pemerintah tidak boleh mengeluarkan izin hingga persyaratan terpenuhi.

Apalagi, lanjut dia, hingga kini Pertamina masih harus menanggung beban subsidi yang relatif besar, karena harga Premium dan Solar tidak ada penyesuaian sejak tahun 2016. “Ini harus menjadi perhatian pemerintah,” ujar Pri Agung. (setyaki purnomo)