merdekanews.co
Kamis, 21 Januari 2021 - 18:30 WIB

Ditjen Hubla Aktif Di Pergaulan Internasional, Hadiri Port State Control Committee Ke-31

Gaoza - merdekanews.co

Jakarta, MERDEKANEWS -- Pemerintah Indonesia melalui Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) kembali menunjukan peran aktifnya di pergaulan internasional dengan berpartisipasi dalam pertemuan rutin tahunan Port State Control Committee ke-31 yang digelar secara virtual.

Pertemuan Port State Control Committee ke-31 ini dihadiri oleh perwakilan dari 21 (dua puluh satu) negara anggota dari Tokyo MoU serta Tokyo Mou Secretariat. Sedangkan bertindak sebagai Chairman pada Pertemuan ini adalah Maritime New Zealand's General Manager Maritime Compliance, Kenny Crawford.

Dalam sambutannya sebagai perwakilan dari Port State Control (PSC) Indonesia, Direktur KPLP, Ahmad menegaskan komitmen PSC Indonesia untuk tetap mengedepankan profesionalitas dalam melakukan pekerjaan, meskipun pandemi Covid-19 yang tengah melanda dunia mengakibatkan banyak terjadinya pembatasan-pembatasan di dunia pelayaran internasional.

“Dengan berbagai pembatasan yang berlaku, tidak akan mengurangi kinerja dan profesionalitas kami untuk bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bawah Tokyo MoU. Kami tetap mengikuti prosedur inspeksi sesuai dengan panduan dari Tokyo MoU,” kata Ahmad pada sambutan yang disampaikannya di Holiday Inn & Suites, Jakarta pada pagi hari ini (21/1).

Sebelumnya, Indonesia juga telah menghadiri Pertemuan Technical Working Group (TWG) ke-14 yang membahas hal-hal teknis berkaitan dengan prosedur dan pedoman teknis PSC, Kampanye Inspeksi Terkonsentrasi, sistem informasi dan pertukaran informasi, evaluasi pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok teknis lintas sektoral, serta kegiatan kerjasama teknis.

Sedangkan dalam Pertemuan Komite ini akan dibahas hal-hal yang terkait dengan Memorandum. Perwakilan dari masing-masing negara anggota Tokyo MoU akan diundang untuk turut berpartisipasi dalam pekerjaan Komite, antara lain melaksanakan tugas-tugas khusus yang diberikan kepada Komite berdasarkan Memorandum, mendukung dengan segala cara yang diperlukan, termasuk dengan pelatihan dan seminar, harmonisasi prosedur dan praktik-praktik yang berkaitan dengan inspeksi, serta perbaikan dan penahanan kapal.

“Selain itu, Komite juga memiliki tugas untuk mengembangkan dan meninjau pedoman untuk melaksanakan inspeksi di bawah Memorandum, mengembangkan dan meninjau pedoman untuk melaksanakan inspeksi di bawah Memorandum serta terus meninjau hal-hal lain yang berkaitan dengan operasi dan efektivitas Memorandum,” terang Ahmad.

Ahmad menjelaskan, bahwa Pertemuan ini juga membahas beberapa hal, antara lain performa dari PSC dari masing-masing negara anggota, status ratifikasi atau aksesi terhadap instrumen-instrumen terkait dari masing-masing negara anggota, cooperating member dan juga Observer, serta Program Kerjasama Teknis di bawah Tokyo Mou.

Terkait dengan hal-hal tersebut, menurut Ahmad, pihaknya telah menyampaikan bahwa Indonesia telah melaksanakan audit VIMSAS pada tahun 2014 dan akan melaksanakan audit IMSAS pada tahun 2023. Selain itu, Indonesia telah mendaftar sebagai relawan untuk program Peer Support Review.

“Terkait ratifikasi instrumen-instrumen yang relevan, saat ini Indonesia sedang dalam proses penyusunan aturan implementasi terhadap ketentuan nasional terkait Konvensi BWM 214, MLC 2006, serta Loadlines Protocol 88,” jelas Ahmad.

Adapun terkait dengan Program Kerjasama Teknis, Ahmad mengatakan Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggara Training PSCO tentang Ballast Water Management (BWM) dan Anti-Fouling System (AFS) di bawah kerangka kerjasama IMO-NORAD MEPSEAS pada tahun 2022 mendatang.

Memorandum of Understanding on Port State Control di Kawasan Asia Pasifik, atau yang dikenal juga sebagai Tokyo MOU, ditandatangani oleh 18 (delapan belas) Otoritas Maritim di kawasan tersebut pada tanggal 1 Desember 1993 dan mulai beroperasi pada tanggal 1 April 1994.

Saat ini, Tokyo MoU memiliki 21 (dua puluh satu) anggota Otoritas, yaitu Australia, Kanada, Chili, Cina, Fiji, Hong Kong (Cina), Indonesia, Jepang, Republik Korea, Malaysia, Kepulauan Marshall, Selandia Baru, Panama (diterima pada Pertemuan PSCC ke-30), Papua Nugini, Peru, Filipina, Federasi Rusia, Singapura, Thailand, Vanuatu dan Vietnam. Sedangkan Meksiko mematuhi MOU Tokyo sebagai Otoritas anggota yang bekerja sama.

Beberapa negara dan organisasi internasional lain seperti Republik Demokratik Rakyat Korea, Makau (Cina), Samoa, Kepulauan Solomon, Tonga, Penjaga Pantai Amerika Serikat (US Coast Guard),  Organisasi Maritim Internasional (IMO), Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Paris MoU, Samudra Hindia, Laut Hitam, Riyadh, Carribean Mou, Abuja MoU dan Persetujuan Viña del Mar juga dikaitkan dengan MoU Tokyo sebagai pengamat.

Sekretariat Tokyo MoU berlokasi di Tokyo, Jepang. Sedangkan Sistem Database PSC, Asia-Pacific Computerized Information System (APCIS) berpusat di Moskow, di bawah naungan Kementerian Transportasi Federasi Rusia.

Port State Control (PSC) adalah pemeriksaan terhadap kapal asing yang berkunjung untuk memverifikasi kepatuhan mereka dalam memenuhi aturan internasional tentang keselamatan, keamanan, perlindungan lingkungan laut dan kondisi hidup dan kerja pelaut. PSC adalah sarana penegakkan hukum apabila terdapat kasus di mana pemilik dan negara bendera gagal melaksanakan tanggung jawab mereka dalam menerapkan atau mematuhi aturan.

PSC suatu Negara Pantai dapat meminta agar kekurangan diperbaiki dan dapat menahan kapal jika diperlukan. Hal ini dapat menjadi pertahanan bagi Negara Pantai terhadap kapal datang yang di bawah standard. PSC juga menjadi pertahanan kedua untuk memastikan keselamatan, keamanan, perlindungan lingkungan maritim, serta kondisi kerja dan kehidupan Pelaut.

(Gaoza)