
Jakarta, MERDEKANEWS - Pilkada Serentak 2020 sudah usai. Masing-masing paslon sudah mengetahui hasilnya melalui hitung cepat.
Klaim kemenangan masing-masing paslon pun terjadi di mana-mana. Masalahnya apakah hitung cepat dapat dijadikan acuan untuk mengklaim kemenangan ?
Secara metodologis, hasil hitung cepat seharusnya dapat dijadikan acuan menang tidaknya paslon. Garansi ini tentu bila lembaga survei yang melakukan hitung cepat taat asas dalam menetapkan sampel berdasarkan TPS.
Masalahnya, lembaga survei tidak terbuka dalam mengungkap prosedur pengambilan sampelnya. Akibatnya, kita tidak dapat menilai apakah hasil hitung cepat dapat digenerasikan ke seluruh TPS?
Akibatnya, beberapa kasus hasil hitung cepat tidak sesuai dengan hasil resmi yang dikeluarkan KPU. Kalau ini yang terjadi, tentu membuat gesekan di akar rumput, terutama dari pendukung paslon.
Selain itu, pelaksanaan pilkada serentak 2020 juga memunculkan banyak pelanggaran protokol kesehatan. Hal itu terlihat dari dominanya pelaksanaan kampanye secara tatap muka.
Kampanye model ini membuka ruang terjadinya kerumunan. Dalam kerumunan itu jarak sudah diabaikan dan sebagian dari peserta tidak menggunakan masker.
Jadi, jumlah peserta kampanye tatap muka 50 orang jarang ditaati oleh masing-masing paslon. Termasuk kelibatan anak dalam kampanye juga masih mengemuka.
Sementara kampanye melalui media sosial tampak minim. Padahal kampanye cara ini sangat sesuai dengan situasi pandemi covid-19.
Kampanye media sosial juga terkesan hanya beraifat informatif. Pesan yang persuasif tampak.masih minim.
Bahkan kampanye melalui medsos juga bermuatan kampanye hitam. Menyudutkan masing-masing paslon masih mengemuka.
Jadi kampanye yang edukatif tampak.masih sangat minim. Hal ini kiranya menjadi evaluasi bagi pelaksana pilkada.
Namun kampanye via media sosial tidak dimaksimalkan karena sebagian paslon masih yakin kampanye yang efektif masih melalui tatap muka. Karena itu, paslon masih menggunakan kampanye tatap muka untuk meyakinkan calon pemilih memilihnya.
M. Jamaluddin Ritonga (SY)
-
Urgensinya Apa Pilkada Serentak 2024 Dimajukan? wacana tersebut harus dipertimbangkan secara mendalam terlebih dahulu
-
Ini Daftar Provinsi Paling Rawan Politik Uang di Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 Lolly membagi modus politik uang ke dalam tiga bentuk, yakni memberi langsung, memberi barang, dan memberi janji
-
Kaesang Maju Pilkada Depok, Jokowi: Tugas Orang Tua Merestui dan Mendoakan Jokowi menjawab bahwa tugas sebagai orang tua adalah merestui dan mendoakan
-
Perjuangkan Hak Rakyat, Partai Demokrat Tetap Lanjutkan Pembahasan Revisi UU Pemilu F-PD meminta kepada Pimpinan DPR RI untuk menjelaskan mengapa Prolegnas 2021 sampai saat ini belum disahkan.
-
MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator Mahkamah Konstitusi (MK) harus memberikan hak bagi pasangan calon yang mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) yang merasa dicurangi.