Jakarta, MERDEKANEWS -- Sertifikasi halal sebagai bagian dari penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) memiliki urgensi dan implikasi dalam berbagai bidang termasuk ekonomi.
Hal itu disampaiikan oleh Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Sukoso, saat menjadi narasumber Seminar Akselerasi Peran Ekonomi Syariah dlm Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Regional pada Festival Ekonomi Syariah (FESyar), Kamis (08/10).
Menilik UU No 33 tahun 2014 tentang JPH, tujuan penyelenggaran JPH yang termasuk di dalamnya sertifikasi halal adalah untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan produk, sekaligus untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal yang dihasilkannya. Karena itu, lanjut Sukoso, sertifikasi halal produk sangat penting dilakukan untuk mendorong kegiatan perekonomian melalui sektor industri dan perdagangan produk halal yang kompetitif. Terlebih, di era MEA dengan pola perdagangan yang berjalan dengan arus bebas barang dan jasa dengan daya saing tinggi.
"Sertifikasi halal itu penting, salah satunya karena kita hidup di dalam konteks MEA, di mana di dalamnya standar itu begitu menentukan." ungkap Sukoso.
Dengan halal menjadi bagian dari mutu produk dan diakui di dalam perdagangan dunia, lanjut Sukoso, maka sertifikasi halal diyakini akan membantu produk Indonesia untuk semakin mampu bersaing secara global. Terlebih, lanjutnya, Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi produsen produk halal dunia.'
Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Kasan, menyatakan bahwa saat ini Indonesia menjalin hubungan perdagangan internasional, termasuk dengan negara-negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI) yang terus mengalami perkembangan. Menurutnya, sektor perdagangan produk halal di sini harus ditingkatkan mengingat potensinya yang sangat besar. "Ini harus kita tingkatkan, mengingat potensinya masih jauh lebih besar dari yang telah kita capai saat ini." ungkap Kasan.
Kasan juga mengatakan bahwa konteks halal ini bukan hanya terkait barang saja, namun juga sektor jasa dan terkait sektor keuangan syariah. Neraca perdagangan Indonesia di OKI, lanjut Kasan, pada periode Januari-Juli 2020 mengalami surplus USD 2,2 miliar, dengan ekspor sebesar USD 10,94 miliar dan impor sebesar USD 8,77 miliar.
Saat ini, lanjut Kasan, terdapat sejumlah tantangan bagi perdagangan produk halal Indonesia. Di antaranya adalah potensi industri halal yang belum dioptimalkan, belum fokus pada penignkatan ekspor produk halal, sementara negara-negara berpenduduk nonmuslim banyak yang mengembangkan industri halal. Selain itu, masih banyak pelaku usaha terutama UMKM yang belum melakukan sertifikasi halal.
Padahal, menunut Kasan, produk Indonesia yang dipasarkan khususnya ke negara-negara seperti UEA, Oman, Qatar, Turki dan Asia Selatan seperti Pakistan, Banglades, serta ke negara-negara anggota OKI lainnya tentunya memiliki segmen konsumen masyarakat muslim. Karenanya produk tersebut mestinya telah bersertifikat halal. "Produk-produk yang kita ekspor ke negara-negara anggota OKI ini seharusnya sudah bersertifikat halal semuanya." kata Kasan.
Oleh karena itu, Kasan mengatakan bahwa setidaknya terdapat dua hal penting, yaitu bagaimana sertifkat halal kita diakui di negara tujuan, dan bagi pelaku usaha produk halal harus dipahami sebagai salah satu persyaratan yang diminta oleh negara-negara tujuan ekspor. "Sehingga di samping memenuhi kriteria kulitas, harus pula bersertifikat halal." imbuh Kasan.
Terkait hal itu, Sukoso menyatakan bahwa dalam menghadapi realitas yang kompetitif itu sesuai dengan semangat UU JPH untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal yang dihasilkannya, pihaknya terus mendorong penyelenggaraan JPH. Di antaranya dengan terus melakukan sosialisasi dan pembinaan JPH kepada masyarakat dan pelaku usaha, serta mendorong partisipasi semua pihak dalam mendorong penyelenggaraan JPH. BPJPH juga mengajak berbagai pihak untuk sesuai regulasi mendirikan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), Halal Center dan juga Lembaga Sertifikasi Profesi di perguruan tinggi. Ketersediaan LPH dengan auditor halalnya dan juga penyelia halal jelas sangat dibutuhkan untuk mendukung implementasi UU JPH dengan era baru sertifikasi halal secara mandatory yang telah dimulai sejak 17 Oktober 2019 tersebut. Terlebih jika mengingat jumlah pelaku UMK yang begitu besar dan tersebar di seluruh Indonesia.
"Hari ini saya sudah menandatangani hampir 700 sertifikasi halal. Meskipun mandatory sertifikasi halal ini dilakukan dengan penahapan, namun kita harus mempersiapkan semuanya agar kita tidak tertinggal dengan negara lain." imbuh Sukoso.
Terkait biaya sertifikasi halal bagi UMK, Sukoso mengatakan pihaknya mengupayakan melalui UU Cipta Kerja bahwa bagi UMK dikenakan tarif sertifikasi halal sebesar Rp.0. Ini diberikan bagi UMK yang beromzet di bawah Rp.1 M pertahun.
Saat ini, lanjut Sukoso, BPJPH juga tengah memberikan program fasilitasi pembiayaan sertifikasi halal bagi 3.283 UMK yang tersebar di 20 propinsi. Fasilitasi itu bersumber dari realokasi anggaran Kemenag tahun 2020. Pelaksanaan faslitasi dan pembinaan UMK sejumlah itu dilaksanakan oleh tim BPJPH bersama Satgas Halal BPJPH yang berada di Kanwil Kemenag propinsi, dan juga menggandeng dinas/instansi pembina UMK setempat dan LPH yang dalam hal ini LPPOM MUI, serta asosiasi/komunitas UMK setempat.
Sukoso juga mengajak semua pihak terkait untuk terus meningkatkan kesadaran halal di tengah masyarakat baik konsumen maupun pelaku usaha. Ia berharap, sekalipun saat ini masih banyak impor namun ke depan dengan upaya serius dan sinergi semua pihak Indonesia pasti dapat menjadi produsen produk halal halal bagi dunia. "Jadi, kita bersama mewujudkan Halal Indonesia untuk Masyarakat Dunia." pungkasnya. (Hadi Siswo)
-
BPJPH, Industri Tekstil dan Designer Luncurkan Indonesia Global Halal Fashion 2024 Gelaran ini diharapkan membawa Indonesia sebagai kiblat fesyen Muslim dunia,
-
BPJPH Buka Pendaftaran Sertifikasi Halal On The Spot di 405 Titik Melalui layanan on the spot, petugas layanan kita akan langsung memproses permohonan sertifikasi halal bagi pelaku usaha
-
BPJPH Kemenag Gelar Sosialisasi Wajib Halal Oktober 2024 di 5.040 Titik se-Indonesia BPJPH sebagai institusi negara yang menjalankan penyelenggaraan JPH berinisiatif sebagai pihak yang mengorkestrasi para mitra strategis agar bisa bekerja sama untuk menjalankan kewajiban sertifikasi halal Oktober 2024
-
Gencarkan Sosialisasi Wajib Halal, BPJPH Bersama Stakeholder Daerah Sasar 5.040 Titik Sentra Pelaku Usaha saat ini terdata 3,9 juta produk telah bersertifikat halal. Namun, masih ada produk makanan minuman yang belum bersertifikat halal
-
BPJPH Gandeng Stakeholder Se-Indonesia untuk Sukseskan Wajib Halal Oktober 2024 Untuk itu BPJPH terus memperkuat sinergi kolaborasi dengan melibatkan stakeholder baik di pusat maupun di daerah di seluruh Indonesia