merdekanews.co
Kamis, 27 Agustus 2020 - 23:25 WIB

Turunkan Emisi Gas Rumah

Pendanaan GCF Akan Dikelola Oleh BPDLH

MUH - merdekanews.co

MERDEKANEWS -Sidang Dewan The Green Climate Fund (GCF) ke-26 pada 18-21 Agustus 2020 menyetujui proposal pendanaan REDD+ Indonesia sebagai penerima pendanaan terbesar, melampaui proposal Brasil yang telah disetujui sebelumnya senilai 96,5 juta dolar AS  di bawah program percontohan REDD+ RBP GCF.  

Pemerintah Indonesia akan menerima dana dari GCF sebesar USD 103,8 juta atau sekitar Rp 1,52 triliun (kurs Rp 14.700) yang akan dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH). 

Indonesia merupakan negara kelima yang berhasil mengakses program percontohan senilai 500 juta dola AS.

Hal itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya bersama Menteri Keuangan, Sri Mulyani saat Konferensi pers Indonesia Makin Dipercaya, Green Climate Fund Setujui REDD+ Result Based Payment USD 130,8 Juta secara daring, Kamis (27/8). 

Siti mengatakan, kerja keras selama satu dekade dalam melestarikan hutan dan menghindari deforestasi telah menuai hasil melalui pembayaran berbasis kinerja dari Norwegia dan GCF. 

“Namun, usaha kita tidak bisa berhenti sampai di sini. Pencapaian ini akan berkontribusi terhadap upaya pembangunan rendah emisi, dan sebagaimana diamanatkan oleh Bapak Presiden, juga untuk pemulihan lingkungan berbasis masyarakat,” kata Siti. 

Lebih lanjut dijelaskan iti, REDD+ merupakan inisiatif global dengan desain pemberian insentif kepada negara berkembang untuk menanggulangi deforestasi dan degradasi hutan yang merupakan penyumbang utama emisi gas rumah kaca. 

Selain skema REDD+ RBP dari GCF, tersedia fasilitas sejenis seperti Letter of Intent Indonesia- Norwegia mengenai kerja sama pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan, dan Forest Carbon Partnership Facility dari Bank Dunia. 

Sektor lahan berkontribusi sebesar 59% target pengurangan emisi yang ditetapkan secara nasional (Nationally Determined Contribution/NDC). 

“Skema REDD+ memiliki cakupan yang luas termasuk konservasi, manajemen hutan lestari, dan peningkatan stok hutan karbon sehingga dapat mendorong pencapaian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang juga akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat. REDD+ juga mementingkan keterlibatan masyarakat, masyarakat adat dan komunitas tradisional sebagai pemangku kepentingan yang harus dipastikan jaminan haknya untuk tinggal di dalam dan sekitar hutan,” paparnya. 

Proposal yang diajukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini menyajikan hasil kinerja REDD+ Indonesia untuk periode 2014-2016, dengan volume pengurangan emisi sekitar 20,3 juta ton karbon dioksida ekuivalen (tCO2eq). 

Saat ini, Indonesia menggunakan baseline perhitungan rata-rata emisi tahunan sektor lahan sejalan dengan Panduan Praktik yang Baik untuk Penggunaan Lahan yang diterbitkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).

Siti mengatakan, Indonesia akan menggunakan dana untuk penguatan koordinasi, implementasi, dan arsitektur REDD+ secara keseluruhan, dukungan tata kelola hutan lestari yang terdesentralisasi melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan Hutan Desa, serta pengelolaan proyek. 

Pengelolaan dana RBP dari GCF dan Norwegia menunjukkan kepercayaan internasional terhadap BPDLH, yang diharapkan menjadi badan nasional terbesar untuk mendorong pembiayaan lingkungan hidup.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan, dirinya  senang Menteri LHK dan tim, berhasil mendapatkan pengakuan sebesar 103,8 juta dolar AS, bahkan lebih besar dari proposal Brasil dengan Amazon-nya (senilai USD 96,5 juta). 

“Terima kasih KLHK sudah menunjukkan pada dunia, bahwa Indonesia tidak hanya berkomitmen terhadap perubahan iklim, tapi ditunjukkan dengan capaian konkrit dalam bentuk pembayaran ini. Semoga ini menjadi momentum agar terus digunakan untuk meningkatkan keterlibatan dan dukungan dari semua pihak terkait proposal dari Indonesia yang diajukan ke GCF,” puji Menkeu. 

Lebih lanjut, Menkeu mengungkapkan, bahwa pendanaan yang diterima oleh Indonesia ini dapat membantu APBN untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perubahan iklim

Sri Mulyani juga mengutarakan harapannya agar momentum ini terus digunakan untuk meningkatkan keterlibatan dan dukungan dari semua pihak terkait proposal dari Indonesia yang diajukan ke GCF. 

Sementara, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (Ditjen PPI) KLHK memimpin penyusunan proposal REDD+ RBP kepada GCF melalui kerja sama berbagai pihak termasuk organisasi internasional. 

Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan selaku National Designated Authority (NDA) GCF melakukan penelaahan dan memberikan No Objection Letter (NOL) serta menyampaikan proposal kepada GCF, yang disusun oleh United Nations Development Program (UNDP) selaku Accredited Entity (AE/entitas terakreditasi) bersama mitra kerja lainnya, Global Green Growth Institute (GGGI) yang menyusun Concept Note awal.

Persetujuan GCF ini merupakan sebuah berita baik, namun Indonesia masih membutuhkan lebih banyak pendanaan perubahan iklim untuk mencapai target NDC.  

Komitmen negara maju untuk pendanaan perubahan iklim sebesar USD100 miliar per tahun sampai  tahun 2020 untuk mendukung negara-negara berkembang perlu direalisasikan dengan segera. 
  (MUH)






  • UPT KLHK Lingkup Sulsel Gelar Upacara HUT ke-52 KORPRI UPT KLHK Lingkup Sulsel Gelar Upacara HUT ke-52 KORPRI Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Lingkup Sulawesi Selatan menyelenggarakan Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun Ke-52 KORPRI, Rabu 29 November 2023 di Lapangan Balai Pelatihan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar,